Jakarta – Suwito Gunawan alias Awi, terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan timah, mengajukan pembelaan emosional atas tuntutan berat yang dijatuhkan oleh jaksa. Pemilik manfaat (beneficial owner) PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP) ini dituntut 14 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti senilai Rp 2,2 triliun oleh jaksa penuntut umum (JPU). Dalam sidang pembacaan pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Suwito menyatakan keberatannya terhadap tuntutan tersebut. Senin (16/12/2024)
“Saya bukan koruptor. Saya mohon keadilan,” ungkap Suwito dengan suara bergetar. Pernyataan ini menjadi pembuka pembelaannya yang memuat berbagai bantahan terhadap dakwaan jaksa, mulai dari dugaan tindak pidana korupsi hingga tuduhan pencucian uang (TPPU).
Kerja Sama Berdasarkan Standar Perjanjian
Dalam pembelaannya, Suwito menjelaskan bahwa kerja sama antara PT SIP dan PT Timah Tbk dilakukan sesuai peraturan dan perjanjian yang berlaku.
Ia menyebut perusahaannya memenuhi semua persyaratan teknis, seperti peralatan dan perizinan yang sesuai standar London Metal Exchange (LME).
“Kerja sama ini murni berdasarkan kapasitas teknis dan izin yang kami miliki. Tidak ada kolusi dengan pihak lain, apalagi tindakan yang merugikan PT Timah,” tegasnya.
Menurut Suwito, selama 45 tahun menjalani bisnis di Bangka Belitung, ia selalu berkomitmen untuk bekerja jujur dan transparan.
“Tidak ada keluhan atau teguran terhadap pekerjaan saya. Bahkan, PT SIP tidak pernah dijelaskan mengenai UU Pertambangan oleh PT Timah saat kerja sama berlangsung,” lanjutnya.
Sumbangan CSR yang Menjadi Polemik
Suwito juga menyinggung soal sumbangan corporate social responsibility (CSR) yang diminta oleh Harvey Moeis, terdakwa lain dalam kasus ini. Ia merasa tertekan untuk mengikuti permintaan tersebut karena inisiatif itu disebut berasal dari otoritas keamanan setempat.
“Ini inisiasi Kapolda Bangka waktu itu. Kami tidak berani menolak. Namun, bukan berarti tindakan itu bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi,” paparnya.
Keberatan atas Perhitungan Uang Pengganti
Poin keberatan lain yang disampaikan Suwito adalah ketidaksesuaian penghitungan uang pengganti senilai Rp 2,2 triliun yang dituntut oleh JPU.
Ia menjelaskan bahwa PT SIP hanya menerima pembayaran sebesar Rp 486 miliar dari PT Timah sebagai upah sewa peralatan dan fasilitas smelter.
“Logam timah yang kami olah sepenuhnya diserahkan ke PT Timah. Jika saya diwajibkan membayar Rp 2,2 triliun, maka seharusnya logam timah itu dikembalikan kepada saya,” katanya.
Suwito juga mengkritik jaksa yang tidak pernah memintanya klarifikasi mengenai dasar penghitungan nilai kerugian negara dalam tuntutan tersebut.
Penyitaan Aset yang Dinilai Tidak Adil
Dalam pleidoinya, Suwito turut meminta perhatian majelis hakim terhadap penyitaan sejumlah aset miliknya. Ia mengklaim aset-aset tersebut diperoleh jauh sebelum kerja sama dengan PT Timah berlangsung. Bahkan, aset milik istrinya yang tidak terkait dengan kasus ini juga ikut disita.
“Aset itu adalah hasil kerja keras bertahun-tahun, sebelum saya berhubungan dengan PT Timah. Mohon pertimbangkan fakta ini demi keadilan,” ujarnya dengan nada penuh harap.
Tuntutan Jaksa: Hukuman Berat untuk Tindak Pidana Berat
Sebagai informasi, JPU mendakwa Suwito melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Dalam tuntutannya, jaksa menyebut Suwito telah melakukan korupsi dalam pengelolaan timah, yang mengakibatkan kerugian negara besar.
Jaksa juga menyoroti peran Suwito dalam dugaan TPPU terkait pengelolaan hasil tambang. Dalam hal ini, JPU menuntut Suwito hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 2,2 triliun, subsider 8 tahun kurungan jika ia tidak sanggup membayar.
Emosi Terdakwa di Ujung Persidangan
Di penghujung pembelaannya, Suwito menyampaikan harapan besar kepada majelis hakim untuk memberikan putusan yang adil.
Dengan suara bergetar, ia memohon agar hakim mempertimbangkan usia dan riwayat hidupnya sebagai pengusaha asli Bangka Belitung.
“Hanya Tuhan yang bisa membantu saya melalui majelis hakim yang mulia. Tolong tegakkan keadilan, berikan keputusan yang bijaksana,” ujarnya sambil menangis.
Dinamika Kasus Korupsi Timah yang Kompleks
Kasus dugaan korupsi pengelolaan timah ini memang menjadi salah satu kasus besar yang menyita perhatian publik. Selain melibatkan Suwito, sejumlah pejabat dan pengusaha lainnya juga menjadi terdakwa.
Kasus ini dianggap mencerminkan praktik pengelolaan sumber daya alam yang penuh permasalahan, mulai dari lemahnya pengawasan hingga dugaan penyalahgunaan wewenang.
Sebagian pihak menilai bahwa hukuman berat diperlukan sebagai langkah tegas untuk memberikan efek jera.
Namun, di sisi lain, pembelaan Suwito membuka diskusi mengenai perlakuan adil dalam sistem hukum Indonesia.
Dengan dalih transparansi kerja sama dan ketidakjelasan penghitungan kerugian negara, Suwito berusaha meyakinkan majelis hakim untuk meringankan hukuman.
Sidang ini akan kembali dilanjutkan dalam waktu dekat untuk mendengarkan tanggapan JPU atas pembelaan yang disampaikan Suwito dan kuasa hukumnya.Analisnews.co.id
Penulis:tim red
Editor:M.Jhon kanedy