Analisnews.co.id, Tasikmalaya, Jawa Barat,- Nepotisme adalah perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat; kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah, tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan. Nepotisme pada hakikatnya adalah mendahulukan dan membukakan peluang bagi kerabat atau teman-teman dekat untuk mendapatkan fasilitas dan kedudukan pada posisi yang berkaitan dengan birokrasi pemerintahan, tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku, sehingga menutup peluang bagi orang lain.
Nepotisme merupakan jenis khusus dari konflik kepentingan yang timbul ketika seorang pegawai birokrasi atau pejabat publik dipengaruhi oleh kepentingan pribadi ketika menjalani tugas. Adapun, secara yuridis, definisi nepotisme ditemukan di dalam Pasal 1 angka 5 UU 28/1999. Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.
Nepotisme adalah tindak pidana sebagaimana termaktub di dalam Pasal 22 UU 28/1999. Setiap penyelenggara negara yang melakukan nepotisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Namun, apabila nepotisme tersebut ternyata merugikan keuangan negara atau memiliki unsur tindak pidana korupsi, maka dapat dijerat dengan pasal korupsi sebagaimana diatur di dalam UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) PANRB Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Konflik Kepentingan sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatjan pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme serta kebocoran anggaran di seluruh ruang lingkup Pemerintahan di Indonesia. Konflik kepentingan berpotensi terjadi dan dialami oleh para pembuat kebijakan atau keputusan. Sebelumnya, Menteri PANRB menerbitkan Permen Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Konflik Kepentingan untuk menggantikan Permen PANRB Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan Kepentingan.
Berdasarkan Permen PANRB Nomor 17 Tahun 2024, konflik kepentingan adalah kondisi pejabat pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain, sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas keputusan dan/atau tindakan yang dibuat dan/atau dilakukan. Lebih lanjut, pengelolaan konflik kepentingan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola proses pengambilan keputusan dan/atau tindakan administrasi pemerintahan dalam situasi konflik kepentingan oleh pejabat pemerintahan.
Seperti yang terjadi di Pemerintahan Daerah Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Bupati dan Inspektur Daerah merupakan kepala dan wakil kepala daerah sebagai unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam arti Bupati adalah Kepala Daerah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, sedangkan Inspektur adalah Wakil Kepala Daerah yang bertugas membantu bupati membina dan mengawasi pelaksanaan urusan pemerintahan. Namun Inspektur Daerah Kabupaten Tasikmalaya atas nama Agus Bakhtiar sekaligus menjabat sebagai Plt. Direktur sekaligus Dewan Pengawas BUMD BPR Artha Sukapura menjadi sorotan sejumlah kalangan karena memiliki hubungan keluarga yang berstatus sebagai Kakak Ipar Bupati Tasikmalaya atas nama Ade Sugianto, hal terebut diduga kuat menjadi konflik kepentingan dan melanggar Peraturan Menteri (Permen) PANRB Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Konflik Kepentingan.
Seperti yang ditegaskan dalam Bab I Tentang Ketentuan Umum Permen PANRB Nomor 17 Tahun 2024 Pasal Ayat 1 dan 2 menjelaskan, Pasal 1; yang dimaksud dengan Konflik Kepentingan adalah kondisi Pejabat Pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan Wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya. Pasal 2; Pengelolaan Konflik Kepentingan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola proses pengambilan keputusan dan/atau tindakan administrasi pemerintahan dalam situasi Konflik Kepentingan oleh pejabat Pemerintahan.
Adapun dalam Bab II Tentang Konflik Kepentingan Bagian Kedua Tentang Sumber dan Bentuk Konflik Kepentingan Pasal 6 huruf b dan e menjelaskan, konflik kepentingan pejabat pemerintahan tertentu bersumber dari; b, hubungan keluarga dan kerabat; e, hubungan dengan rangkap jabatan. Selain itu di Pasal 8 ayat 1 dan 2 menjelaskan; 1, Konflik Kepentingan yang bersumber dari adanya hubungan keluarga dan kerabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, dapat terjadi ketika Pejabat Pemerintahan dalam melaksanakan kewenangannya menghadapi pihak yang memiliki hubungan keluarga dan kerabat. 2, Bentuk Konflik Kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan administrasi pemerintahan oleh Pejabat Pemerintahan terhadap pihak sebagai berikut: orang tua kandung/tiri/angkat, saudara kandung/tiri/angkat, suami/istri, anak kandung/tiri/angkat, suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat, kakek/nenek kandung/tiri/angkat, cucu kandung/tiri/angkat, saudara kandung/tiri/angkat dari suami/istri, suami/istri dari saudara kandung/tiri/angkat, saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua; dan mertua.
Sedangkan dalam Pasal 11 ayat 1 dan 2 menjelaskan; 1, Konflik Kepentingan yang bersumber dari adanya hubungan dengan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e dapat terjadi ketika Pejabat Pemerintahan Tertentu dalam melaksanakan kewenangannya, berhubungan dan/atau berbenturan dengan kepentingannya sebagai pejabat pada jabatan publik lain yang didudukinya. 2, Bentuk Konflik Kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan administrasi pemerintahan oleh Pejabat Pemerintahan Tertentu yang berhubungan dan/atau dihadapkan dengan adanya kepentingan dari jabatannya pada jabatan publik yang lain.
Selain melanggar Permen PANRB Nomor 17 Tahun 2024 diatas, Bupati dan Inspektur Daerah Kabupaten Tasikmalaya pun diduga kuat telah melanggar Peraturan yang telah dibuatnya sendiri yakni Peraturan Bupati Kabupaten Tasikmalaya Nomor 42 Tahun 2023 Tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 2 huruf a, b, c, d dan e menjelaskan, pedoman umum penanganan benturan kepentingan brtujuan; a, menyediakan acuan untuk mengenal, mencegah, dan mengatasi Benturan Kepentingan. b, menciptakan budaya pelayanan publik yang dapat mengenal, mencegah, dan mengatasi situasi Benturan Kepentingan secara transparan dan efisien tanpa mengurangi kinerja Pejabat/Pegawai yang bersangkutan. c, mencegah terjadinya pengabaian pelayanan publik. d, menegakan integritas; dan e, menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, serta bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.
Dalam Bab II tentang Bentuk, Jenis dan Penyebab Benturan Kepentingan, bagian kesatu Pasal 3 tentang Bnetuk huruf b, c, d, e, f dan h menjelasakan, Bentuk potensi, situasi dan kondisi Benturan Kepentingan yang dihadapi oleh Pejabat/Pegawai, sebagai berikut; b, situasi yang menyebabkan penggunaan aset jabatan/instansi untuk kepentingan pribadi/golongan. c, situasi yang menyebabkan informasi rahasia jabatan/instansi dipergunakan untuk kepentingan pribadi/golongan. d, perangkapan jabatan yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya. e, situasi dimana seseorang memberikan akses khusus kepada pihak tertentu misalnya dalam rekrutmen pegawai tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya. f, situasi yang menyebabkan proses pengawasan tidak mengikuti prosedur karena adanya pengaruh dan harapan dari pihak yang diawasi dan h, situasi dimana adanya kesempatan penyalahgunaan jabatan.
Pasal 4 bagian kedua tentang Jenis huruf c menjelaskan, jenis benturan kepentingan sebagai berikut; c, pengangkatan pegawai berdasarkan hubungan dekat/balas jasa/rekomendasi/pengaruh dari Pejabat. Pasal 5 bagian ketiga tentang Penyebab huruf a, b, c, d dan e menjelaskan; Penyebab Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sebagai berikut; a, penyalahgunaan wewenang dalam membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan atau melampaui batas pemberian wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. b, perangkapan jabatan, menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel. c, hubungan afiliasi yang dimiliki oleh seorang pejabat/pegawai dengan pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya. d, gratifikasi; dan e, kelemahan sistem organisasi yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan yang disebabkan karena struktur dan budaya organisasi yang ada.
Selain itu, dalam Bab III tentang Pejabat/Pegawai Yang Berpotensi Memiliki Benturan Kepentingan dan dalam Pasal 6 huruf a, b, c, d, e, f, g dan h menjelaskan; Pejabat/Pegawai yang berpotensi memiliki Benturan Kepentingan dengan bentuk, jenis dan penyebab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 terdiri dari; a, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama. b, Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas. c, Pejabat Fungsional Perencana. d, Pejabat Fungsional Auditor. e, Pejabat Fungsional Pengawas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. f, Pelaksana pelayanan publik, terdiri dari pejabat, pegawai, petugas dan setiap orang yang bekerja di dalam unit organisasi yang mempunyai tugas memberikan pelayanan publik. g, Pejabat/Pegawai yang bertugas melakukan verifikasi, sertifikasi, pengujian, dan penilaian lainnya; dan h, Penyidik Pegawai Negeri Sipil. (Chandra Foetra S).