Example 728x250
BeritaJatengNasionalPolitikTerkini

Diskusi Pengembangan UMKM Batik Lasem: Harapan dan Tantangan di Tengah Peluang

×

Diskusi Pengembangan UMKM Batik Lasem: Harapan dan Tantangan di Tengah Peluang

Sebarkan artikel ini
Desain tanpa judul

analisnews.com – Rembang || Bertempat di Angkringan Semilir, Desa Jolotundo, Kecamatan Lasem, sekitar 50 pengusaha batik berkumpul untuk menghadiri diskusi mengenai pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) batik. Acara ini berlangsung Rabu, (09/10/2024) dari pukul 13.30 hingga 14.30 dan dihadiri pengusaha batik dari Lasem dan Pancur. Pembicara utama, Harno, yang merupakan calon bupati Rembang, membawakan materi setelah acara dibuka oleh Puji Santoso, anggota DPRD Rembang dari Partai Gerindra. Tak ketinggalan, Ketua DPD Golkar Rembang, Anjar Kristiawan, turut menghadiri acara ini.

Para pengusaha batik menyambut baik diskusi ini, dengan harapan dapat memperoleh dukungan dan program pengembangan yang lebih konkret bagi industri batik Lasem yang terkenal. Salah satu isu utama yang diangkat adalah masalah pelanggaran hak cipta desain batik, yang kerap terjadi di pasar. Ma’sum, pengusaha batik asal Lasem, menyampaikan penolakannya terhadap batik printing yang dianggap merusak ciri khas batik tulis, warisan budaya yang dijaga oleh para pengrajin lokal.

“Batin kita menolak batik printing. Kita harus mempromosikan batik tulis, yang menjadi ciri khas Lasem,” ujar Ma’sum dengan tegas.

Para pengusaha juga menekankan pentingnya pengawasan dalam program pengembangan batik agar tidak ada ketidakadilan dalam promosi. Selain itu, mereka berharap adanya dukungan infrastruktur yang memadai, seperti pembangunan jalan tol yang menghubungkan Demak hingga Tuban, yang diyakini dapat memperlancar distribusi produk batik.

Pondi, seorang pengrajin batik dari Desa Pulo, Kecamatan Rembang, menyoroti masalah permodalan yang menjadi kendala utama bagi pengrajin kecil. Ia mengungkapkan harapannya agar koperasi batik tulis Lasem mendapatkan perhatian lebih, terutama dalam hal suntikan dana.

“Kami butuh modal agar dapat berkembang. Kami berharap koperasi batik tulis Lasem lebih diperhatikan, terutama dalam hal permodalan,” kata Pondi.

Menanggapi hal tersebut, Harno memberikan penjelasan mengenai batasan anggaran yang bisa dialokasikan untuk koperasi. Menurutnya, pemerintah daerah hanya bisa memberikan hibah maksimal 200 juta rupiah, sesuai peraturan yang berlaku.

“Batas maksimal suntikan dana untuk koperasi adalah 200 juta rupiah. Dana tersebut harus melalui proses di badan terkait dan pasar sebelum sampai ke koperasi atau anggotanya,” jelas Harno.

Namun, Ma’sum menilai bahwa dukungan politik untuk koperasi dan promosi motif batik lebih penting daripada hibah semata. Ia berharap ada komitmen jangka panjang dalam mempromosikan ribuan motif batik Lasem yang telah ada.

“Kami lebih menghargai dukungan politik yang kuat untuk koperasi, demi promosi motif batik Lasem yang jumlahnya mencapai 7.600, daripada sekadar hibah 200 juta rupiah,” tegas Ma’sum.

Di sisi lain, Harno juga memaparkan tentang kondisi anggaran yang dialokasikan untuk industri batik. Dari total anggaran sebesar 750 juta rupiah, hanya 300 juta yang disalurkan untuk batik, sementara sisanya digunakan untuk biaya pengiriman. Harno, yang berlatar belakang sebagai pengusaha dan anggota DPR, berjanji akan mengelola anggaran tersebut dengan lebih baik, serta menargetkan keuntungan hingga 2 miliar rupiah per tahun.

“Dari 750 juta anggaran, hanya 300 juta yang benar-benar dialokasikan untuk batik, sisanya untuk ongkos kirim. Namun, dengan latar belakang saya di bidang usaha dan legislatif, saya yakin dapat meningkatkan keuntungan hingga 2 miliar rupiah per tahun,” ungkap Harno optimis.

Diskusi ini memberikan pandangan yang lebih mendalam bagi para pengrajin batik Lasem tentang tantangan dan peluang yang mereka hadapi di masa depan. Mereka berharap calon bupati yang terpilih kelak dapat mewujudkan komitmen untuk mendukung pengembangan industri batik Lasem melalui kebijakan yang nyata.