Garut, Analisnews.co.id – Kesehatan demokrasi sering kali diukur melalui keberagaman ide serta inovasi yang muncul dan inklusif. Salah satu contoh yang menonjol adalah ketika warna biru muda digunakan oleh pasangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, yang menjadi simbol kesejukan, perdamaian, dan persatuan.
Warna biru muda kala itu menjadi identitas yang kuat, disertai dukungan dari koalisi partai serta relawan yang menyebarkan pesan kedamaian dengan penuh semangat dan senyum. Tak heran, pesan positif ini turut mengantarkan Prabowo-Gibran menuju kemenangan dalam Pilpres 2024.
Namun, setelah Pilpres, semangat demokrasi berlanjut dalam Pilkada serentak, termasuk Pilkada Garut. Salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati mencoba mengadopsi warna biru muda, berharap dapat mengulangi kesuksesan yang diraih sebelumnya. Sayangnya, adopsi ini lebih menyerupai pembajakan gagasan daripada sekadar inspirasi, karena tidak memahami kedalaman makna di balik simbol tersebut.
Meskipun secara visual warna biru muda hadir dalam spanduk, kaos, dan stiker, makna filosofis yang mengiringinya hilang dalam praktik. Terlebih lagi, koalisi partai pengusung di Garut berbeda dengan koalisi saat Pilpres, yang menyebabkan hilangnya pemahaman akan makna biru muda. Bahkan salah satu partai dalam koalisi di Pilkada Garut merupakan mantan kompetitor Prabowo-Gibran, menambah keraguan apakah mereka bisa memahami atau menyampaikan pesan yang sama.
Dengan kondisi ini, sulit membayangkan bagaimana ide dan gagasan biru muda bisa mendulang dukungan yang signifikan. Ketua tim pemenangan dan calon wakil bupati yang berasal dari partai kompetitor di Pilpres seakan menegaskan bahwa pesan biru muda tidak akan sampai dengan benar ke warga Garut.
(Penulis : Ahirudin Yunus
Koordinator Relawan Gibran BerKopyah GBK)