Sidang gugatan investor asing terkait dugaan pelanggaran prosedur dsn hukum dalam pengurusaan Penanaman Modal Asing (PMA) di PN Jaksel (Photo, Dok: Shanty Rd)
Anaisnews.co.id, JAKARTA – Polemik terkait pendirian perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia kembali menjadi sorotan. Kali ini, Narek Agadzhanian, seorang investor asal Armenia, menggugat PT SBI di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas dugaan pelanggaran prosedur hukum dalam pengurusan PMA. Gugatan ini diharapkan membuka mata akan pentingnya transparansi hukum bagi para investor asing yang ingin menanamkan modal di Indonesia.
Narek Agadzhanian, yang berdomisili di Singapura, menyatakan kekecewaannya setelah mengetahui bahwa dokumen-dokumen legalitas yang diurus oleh PT SBI diduga tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. “Sebagai pebisnis yang selalu mematuhi hukum, kami sangat tidak nyaman dengan cara PT SBI menangani pengurusan ini,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima pada Rabu (23/10/2024).
Sidang dengan nomor perkara 198/PDT.G/2024/PN.JKT.SEL ini sudah memasuki tahap keterangan saksi. Penggugat menuduh PT SBI melakukan pelanggaran, mulai dari ketidakberesan dalam penandatanganan dokumen hingga penggunaan surat kuasa yang tidak terdaftar di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Ketidakjelasan perjanjian dan kurangnya transparansi dalam proses pengurusan menjadi faktor utama yang memicu gugatan ini.
Saksi kunci pihak penggugat, Florent Pierre Roger Delente terkait sidang kasus dugaan pelanggaran hukum perihal pengurusan pendirian perusahaan PMA di Indonesia. (Photo, Dok: Shanty Rd)
Saksi utama, Florent Pierre Roger Delente, seorang pengusaha asal Prancis, juga menekankan bahwa dampak dari kasus ini tidak hanya bersifat finansial tetapi juga reputasi. “Narek menghadapi risiko kehilangan kepercayaan dari mitra bisnisnya. Ini lebih dari sekadar masalah uang,” kata Florent seusai sidang.
Kasus ini mencerminkan keresahan banyak investor asing yang merasa pengurusan PMA di Indonesia masih terlalu rumit dan tidak transparan. Florent menyerukan agar pemerintah Indonesia segera membenahi sistem ini. “Dengan kemudahan digital, seharusnya semua proses bisa lebih transparan dan dilakukan tanpa perantara. Ini akan memudahkan investor untuk menjalankan bisnis mereka di Indonesia tanpa harus khawatir akan masalah legalitas.”
Kasus Narek Agadzhanian menjadi peringatan bagi pemerintah dan pelaku bisnis di Indonesia bahwa prosedur pendirian PMA yang tidak jelas bisa menghambat masuknya investasi asing. Di sisi lain, pihak tergugat, PT SBI, hingga kini menolak memberikan komentar terkait tuduhan tersebut. Sidang masih akan berlanjut dengan menghadirkan lebih banyak saksi dan bukti.
Dengan semakin tingginya minat investor asing terhadap Indonesia, kasus ini diharapkan dapat mendorong adanya perbaikan sistem hukum dan birokrasi, sehingga iklim investasi di Indonesia tetap kondusif dan menarik bagi investor global.
Reporter: Shanty Rd