(Oleh: Diki Kusdian)
Belakangan ini, media sosial tengah ramai memperbincangkan kisah seekor anjing dan segerombolan babi yang menjadi bahan perbincangan hangat. Namun, membahas anjing sebagai perbandingan dengan manusia memang menjadi topik yang kontroversial. Terlebih lagi, meski sama-sama makhluk ciptaan Tuhan, manusia dan anjing tentu memiliki perbedaan mendasar dalam hakikat dan peran mereka.
Kendati anjing sering dikonotasikan sebagai hewan galak, mereka adalah simbol kesetiaan bagi banyak orang. Dalam berbagai budaya, anjing dipelihara untuk beragam tujuan, mulai dari menjaga rumah, menemani perburuan, hingga membantu kepolisian sebagai anjing pelacak. Anjing pelayan bernama Sully, misalnya, setia menemani Presiden Amerika Serikat George H.W. Bush bahkan hingga pemakaman majikannya.
Kisah kesetiaan anjing juga terekam dalam cerita Hachiko, anjing dari Jepang yang setia menunggu majikannya di stasiun selama bertahun-tahun meskipun majikannya telah tiada. Di China, ada anjing yang duduk di trotoar setiap hari setelah kehilangan majikannya, mendapatkan simpati dan perhatian dari banyak orang di media sosial.
Dari berbagai kisah ini, kita memahami bahwa kesetiaan bukan hanya milik manusia, tetapi juga dimiliki oleh hewan. Kesetiaan anjing pada tuannya muncul karena kasih sayang dan ikatan mendalam yang terbangun selama bertahun-tahun. Hal ini menunjukkan bahwa ketulusan adalah akar dari kesetiaan, yang dapat melahirkan hubungan yang tulus dan bermakna.
Sebaliknya, di dunia manusia, kesetiaan seringkali tergerus oleh kepentingan pribadi dan transaksi. Ketika ketulusan tergantikan oleh ambisi dan ego, muncul sifat pengkhianatan yang menghancurkan nilai-nilai mulia dalam hubungan sosial. Seperti dalam cerita Genghis Khan, kesetiaan para hulubalang terhadap rajanya begitu kuat sehingga mereka rela mati daripada mengkhianati sang pemimpin. Kesetiaan ini, menurut Genghis Khan, lebih mulia daripada hidup tanpa harga diri.
Kesetiaan adalah komitmen yang kokoh, yang menuntut keberanian untuk menghadapi ujian-ujian yang menguji ketulusan hati. Kesetiaan sejati sulit dicapai, namun bagi mereka yang berpegang teguh pada prinsip ini, kehormatan dan penghargaan akan mengikuti.
Di sisi lain, pengkhianatan membawa kehinaan bagi manusia. Manusia yang berkhianat, meski dengan berbagai alasan, tetap berada di bawah martabat anjing yang setia. Pengkhianat tidak akan pernah merasakan kemuliaan sejati, dan bahkan anjing pun tak akan menghormati mereka.
Kisah-kisah ini mengingatkan kita untuk merenungi nilai kesetiaan dalam kehidupan. Mereka yang teguh berkomitmen dan setia pada prinsip hidupnya akan dikenang dan dihormati, sementara para pengkhianat, meskipun dalam bentuk manusia, tetap lebih rendah nilainya di mata makhluk lain yang setia.