Garut, Analisnews.co.id – Dinamika politik di Garut kian menarik perhatian menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) yang tinggal menghitung hari. Namun, di balik sorotan kampanye dan janji-janji politik, terkuak perilaku sejumlah politisi yang mengedepankan egoisme. Meski kesalahan dan masalah yang mereka ciptakan cukup terang benderang, mereka justru bertindak seolah tidak terjadi apa-apa, tanpa menunjukkan tanda-tanda introspeksi atau perubahan sikap.
Fenomena ini memperlihatkan sisi lain dari politik, di mana beberapa tokoh lebih fokus menjaga citra diri ketimbang mengambil tanggung jawab atas tindakan yang mungkin berdampak negatif pada masyarakat. Sikap ini bukan hanya mencederai kepercayaan publik, tetapi juga menciptakan jarak antara para politisi dan rakyat yang mereka wakili. Akibatnya, kepercayaan publik pada proses demokrasi pun terancam.
Pengamat politik lokal menilai bahwa sikap seperti ini muncul karena para aktor politik merasa terlindungi oleh popularitas atau dukungan kelompok tertentu. Mereka merasa aman dari kritik karena yakin dapat mengandalkan jaringan pendukung untuk menutup kelemahan yang ada. Namun, perilaku “seakan baik-baik saja” ini berpotensi menciptakan budaya politik yang permisif terhadap kesalahan, yang jika dibiarkan akan merugikan Garut dalam jangka panjang.
Masyarakat di Garut, yang semakin melek informasi, diharapkan dapat lebih kritis dan melihat rekam jejak kandidat dengan lebih cermat. Di tengah hiruk-pikuk kampanye, pemilih diharapkan tidak terbuai dengan citra atau janji manis, tetapi menilai berdasarkan integritas dan tanggung jawab moral dari para calon.
Dengan fenomena seperti ini, pilkada Garut menjadi momen penting bagi masyarakat untuk menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang sehat. Rakyat berharap, dengan bersikap lebih kritis, politisi yang terpilih nantinya adalah mereka yang siap mengakui kesalahan dan memiliki komitmen untuk memperbaiki diri, bukan sekadar tampil seolah semuanya baik-baik saja demi popularitas belaka. (***)