Example 728x250
Terkini

Menganalisa Kekalahan Nisa Agustina

47
×

Menganalisa Kekalahan Nisa Agustina

Sebarkan artikel ini

Menganalisa Kekalahan Nina Agustina

 

Hitung cepat (quick count) Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Indramayu 2024 paslon nomor urut dua Lucky Hakim dan Syaefudin mendapatkan perolehan suara tertinggi dengan 67,28%. Disusul paslon nomor urut tiga yang merupakan petahana, Nina Agustina dan Tobroni dengan 25,62% suara dan perolehan suara paling rendah adalah paslon Bambang Hermanto dan Kasan Basari dengan 7,10%. Kekalahan Nina Agustina dari Lucky Hakim yang notabene adalah wakilnya saat menjabat Bupati dan wakil Bupati Indramayu periode 2020-2024 ini dinilai cukup telak dengan selisih hampir 42%.

Banyak yang berpendapat salah satu faktor utama kekalahan Nina adalah sikap arogan dan blunder yang dilakukan nina saat hendak mengadakan kampanye di Kecamatan Sukra-kecamatan paling barat Indramayu yang berbatasan dengan Kabupaten Subang. Sikap Nina yang emosional dan arogan saat menghadapi warga yang mendukung rivalnya menjadi sorotan publik. Dalam video viral yang beredar, Nina terlihat marah besar ketika dihadang oleh sekelompok warga yang mengacungkan simbol dua jari, tanda dukungan untuk Lucky Hakim. Videonya pun viral dan beredar dimedia sosial, memacu reaksi negatif warga Indramayu.

Reaksi berlebihan dan emosional Nina yang langsung turun dari mobil dan menghampiri warga yang ketika itu mengacungkan dua jari tanda dukungannya kepada Lucky, dan berkata dengan nada yang lantang dengan menyebut trah, “Saya ini anak Da’i Bachtiar”, ini menunjukan ketidakmampuan nina dalam mengelola emosi dan terkedan tidak mengharagi warga yang dipimpinnya. Akibatnya, identitas sebagai bupati yang bisa mengayomi warganya seketika runtuh.

Padahal Nina didukung oleh partai besar, mulai dari PDI-P, PKB, Partai Demokrat, Perindo, hingga partai nonparlemen, seperti Partai Ummat dan PSI. Bahkan, di DPRD Indramayu, paslon ini punya 25 kursi atau setengah dari total kursi.

Pihaknya juga didukung politisi tingkat nasional, seperti Herman Khaeron, Dedi Wahidi, dan Ono Surono. Namun, berbagai modal itu belum mampu membuat Nina mempertahankan kursi bupati.

Dipandang dari sisi komunikasi apa yang disampaikan oleh Nina dengan menyebut Da’i Bachtiar, ayahnya yang merupakan Kapolri tahun 2001-2005, bisa dinilai Nina Agustina bukan orang yang mandiri dan punya confident yang kuat dalam memimpin. Artinya keberadaan dirinya sebagai bupati masih dibayang-bayangi nama besar sang ayah. Da’i Bachtiar.

Kejadian di Sukra ini menjadi bahan “gorengan” yang lezat bagi Lucky Hakim yang selama ini memang berseteru dengan Nina. Saat debat Pilkada Indramayu yang dilaksanakan pada 5 November, Lucky dalam penyampaian visi dan misinya mengatakan dengan bahasa kiasan pentingnya demokratis dengan mengatakan bahwa “Kabupaten itu bukan kerajaan, dan bupati bukan raja”.

Jelas sekali kemana arah ucapan Lucky. Bahwa siapa saja bisa warga Indramayu asal dipilih oleh warga bisa menjadi Bupati Indramayu tanpa memandang asal usul keturunan. Opening di debat Pilkada dengan pesan menyeluruh kepada warga Indramayu ini menuai simpati dari masyarakat Indramayu.

Ini menjadi pelajaran penting bagi para politisi agar mampu bersikap sabar dan beradab dalam mengelola konflik politik sangatlah krusial. Harus diingat bahwa politikus itu adalah pilihan hidup yang harus senantiasa melayani dan mengayomi masyarakat yang dipimpinnya sehingga tidak ada satu ruang pun untuk bersikap sombong dan angkuh.

Terlebih di era sekarang ini, dimana nitezen bisa menjadi “wartawan” yang bisa memotret, memvideokan, dan menulis apa yang dilakukan oleh pejabat publik yang kemudian bisa di upload di berbagai platform media sosial dan gampang diakses oleh khalayak.

Menilik dari kejadian Nina ini, jelas sekali kemenangan Lucky Hakim yang sangat telak terhadap incumbent bukan hanya soal hasil perhitungan di dalam kotak suara, tetapi lebih kepada cerminan masyarakat Indramayu yang menginginkan pemimpin yang pandai mengelola tata kelola pemerintahan tetapi pemimpin yang harus bisa bersikap bijak dan arif dalam mengelola konflik dan mampu berkomunikasi dengan masyarakat secara santun.

Hal ini memang sangat penting, karena ketika pemimpin tidak mampu berkomunikasi secara baik kepada masyarakat, secara psikologis masyarakat juga akan berdampak. Masyarakat akan cepat lelah.

Pada akhirnya komunikasi yang beretika, penuh sopan santun, dan menghargai orang lain, dengan pilihan diksi yang baik, dalam berinteraksi dengan masyarakat adalah kunci utama untuk meraih kepercayaan dan dukungan dari public.  Pujo Utomo (Biro Indramayu).

Disclaimer : AnalisNews adalah Media Jurnalis Warga pertama di Indonesia yang menyediakan ruang bagi jurnalis warga untuk mempublikasi berita, maka semua jurnalis warga wajib mengikuti kaidah Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Media Siber tanpa terkecuali, berita kasus wajib berimbang tanpa terkecuali, dilarang melakukan pemerasan dan dilarang berbuat kriminal ,apapun, username/ nama pengguna sesuai nama di KTP, jurnalis warga bertanggung jawab atas berita yang dibuatnya.