AnalisNews.id – Jakarta, 10/12/2024
Kementerian Kelautan dan Perikanan kembali menggelar “Indonesia Marine Fisheries Business Forum [IMFBF]:
Blue Food Competent Authority Dialog yang dilaksanakan pada hari Selasa 10 Desember 2024″, bertempat di Hotel Raffles, Jakarta. Kegiatan ini digelar salah satunya dengan tujuan untuk memperkuat kemitraan dan meningkatkan jaringan kerja sama dengan otoritas kompeten penjamin mutu produk perikanan dan kelautan negara tujuan ekspor.
Acara ini dihadiri oleh Pejabat Kementerian, diantaranya Bapak Zulkifli Hasan, Menteri Koordinator Bidang Pangan Indonesia dan Bapak Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Turut hadir pula beberapa pembicara penting lainnya, dalam sesi “Dialog Otoritas Kompeten Pangan Biru”, yang lebih spesifik membahas mengenai “Diskusi global tentang Peningkatan Jaminan Kualitas melalui Kolaborasi Global.”
Pembicara dalam sesi diskusi panel diantaranya; Steven Bloodgood selaku Direktur dari Seafood Safety US FDA, Hans Joostens yang merupakan Kepala Deputi Ekonomi Perdagangan Bagian Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Robert Tjoanda, CEO PT Harta Samudra, Ishartini, Kepala BPPMHKP dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Ageng S.Herianto perwakilan dari FAO Indonesia.
Dalam Sesi Keynote Speech oleh Koordinator Bidang Pangan Republik Indonesia, Zulkifli Hasan memaparkan: “Seperti disampaikan berulang kali oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto, bahwa yang menjadi prioritas utama dalam pemerintahan saat ini adalah swasembada pangan. Diharapkan beliau, Indonesia harus bisa berswasembada pangan paling tidak ditahun 2027 – 2028.
Pangan dalam artian luas, sebagaimana hampir selama 28 tahun Indonesia mengalami reformasi, sektor pangan ini menjadi paling tertinggal. Tertinggal dari beberapa negara seperti Vietnam dan Thailand. Dimana dari lima hingga sepuluh tahun pertama di Era Reformasi lebih berfokus pada pembangunan bidang politik. Dilanjutkan dengan pemerintahan Bapak Jokowi yang lebih berfokus pada pembangunan infrastruktur. Sehingga dalam kurun waktu 25 hingga 27 tahun sektor pangan di Indonesia menjadi agak tertinggal, dibanding saat Era Presiden Soeharto Bidang Pangan menjadi fokus utama.
Tidaklah mudah untuk bisa merealisasikan target swasembada pangan tersebut dalam waktu pendek, dikarenakan Indonesia sangat bergantung pada kebutuhan impor dibidang pangan. Saat ini Indonesia mengimpor kebutuhan pangan sekitar 30 juta ton, hampir sama dengan besarnya produksi komoditas pangan, seperti beras, terigu, kedelai, dan lainnya. Karena dalam mewujudkan target swasembada ini cukup rumit dan diperlukan keterlibatan banyak pihak, dan perlunya menyesuaikan dengan kebijakan kebijakan yang ada agar target dari swasembada pangan dapat tercapai.
“Langkah langkah yang telah diambil dalam waktu singkat satu bulan kebelakang diantaranya; penentuan Neraca Komoditas, yang sangat berpengaruh pada angka ekspor dan impor produk pangan. Yang kedua dengan mengatur aliran pupuk dalam bidang pertanian, selanjutnya adalah bidang penyuluhan. Untuk swasembada pangan dalam istilah yang sederhana diharapkan dicapai dalam waktu lebih pendek ditahun 2027, namun untuk target kedaulatan pangan tidaklah mudah dan perlu proses waktu yang lebih panjang, bisa perlu rentang waktu 5 hingga 7 tahun.”, jelas Zulhas dalam sesi keynote speech di acara IMFBF 2024.
Dikatakan pula oleh Zulkifli Hasan, bahwa Swasembada Pangan tujuan nya untuk memenuhi standar gizi rakyat Indonesia.
Dalam upaya pemerintah agar Indonesia dapat berswasembada pangan ditahun 2027, ada beberapa komoditas pokok pangan yang ditahun depan tidak perlu diimpor lagi. Diantaranya adalah produk beras konsumsi, garam konsumsi, gula konsumsi, jagung pakan ternak. Meskipun ada Impor, impor tersebut adalah untuk kebutuhan industri.
Untuk memastikan stok ketersediaan komoditas pangan Bulog bagi para petani dan nelayan, diyakini stok ketersediaan beras cukup aman untuk persediaan di akhir tahun dan awal tahun baru, termasuk pasokan ayam, gula, telur. Zulhas menyebutkan stok garam konsumsi dalam negeri mencapai 883 ribu ton, sementara stok beras di Perum Bulog mencapai 2 juta ton. Selain itu, Zulhas menyebut stok gula konsumsi 1,4 juta ton.
Dalam Sesi Dialog Khusus turut menghadirkan Sakti Wahyu Trenggono, yang membahas mengenai issue pengelolaan sumber daya perikanan dan sumber daya laut di Indonesia, yang dapat dilaksanakan secara berkelanjutan, sebagaimana selama ini telah digaungkan dalam kebjjakan ekonomi biru.
Menurut Bapak Sakti Wahyu Trenggono di IMFBF 2024, “Dengan meningkatnya jumlah populasi masyarakat di dunia diperkirakan sebesar 9,7 miliar orang ditahun 2050 mendatang, kebutuhan akan protein pun juga akan meningkat sebanyak 70%. Salah satu protein yang baik dan sehat adalah dari sektor perikanan baik laut atau perairan. Menurut data, di lima tahun kedepan adanya peningkatan pasar dalam sektor ini sekitar US$ 419 Miliar.
Karenanya, KKP terus berupaya mendorong dan menguatkan produksi perikanan di Indonesia, salah satunya melalui budidaya komoditas kelautan.
Adapun sumber dari sektor perikanan tentu tidak harus selalu dari hasil tangkapan. Jika dari tangkapan dari laut semakin sedikit, maka yang perlu dikembangkan di Indonesia adalah dengan mengejar ketertinggalan dalam hal budidaya. Perlunya peningkatan budidaya Kelautan di lima komoditi yang paling penting yaitu; Udang, Kepiting, Rumput Laut, Tilapia, Lobster.
Indonesia memiliki kekuatan dengan lima komoditi tersebut dan diharapkan di tahun 2029, Indonesia dapat menjadi “Champion” dengan dapat terpenuhi kebutuhan protein dari komoditi tersebut dari sisi standar kualitas dan kuantitasnya, dalam artian kualitas yang bagus dan kuantitas yang cukup besar.”, ungkap Trenggono.
“Untuk mendukung pengembangan pangan biru di Indonesia, perlunya ketersediaan sumber protein yang sangat tinggi dari sumber peternakan maupun kelautan, bukan hanya tanggung jawab Indonesia saja namun juga menjadi tanggung jawab dunia. Dengan semakin bertambahnya kebutuhan akan sumber protein untuk masyarakat, seiring dengan meningkatnya populasi manusia di dunia, perlunya kerjasama dengan berbagai pihak ataupun negara negara lain seperti kerjasama dengan Jepang, Norway dan China untuk saling bertukar informasi dan teknologi.”, tambahnya.
Selain dari hal tersebut diatas, Trenggono juga menjelaskan jika Indonesia juga sudah mengembangkan komoditas tuna yang juga sangat tinggi nilainya, melalui tuna farming. Sebagai salah satu langkah strategis yang diambil pemerintah, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan [KKP], untuk meningkatkan pengelolaan ikan tuna sebagai komoditas utama perikanan nasional.
Seperti yang telah dilakukan di Negara Eropa, Australia dan Turki. Rencananya Ada empat lokasi yang akan dikembangkan di Indonesia dengan mengundang Investor yang tertarik untuk berinvestasi di komoditi tuna farming ini. Harapannya kedepan nya tidak ada lagi penangkapan liar atau bebas melainkan melalui budidaya. Inovasi seperti ini menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan dan meningkatkan nilai tambah komoditas perikanan.”, jelas Trenggono.
Dapat disimpulkan, Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan Sektor Perikanan dan Kelautan yang berkelanjutan melalui Pangan Biru [Blue Foods], yang sejalan dengan Ekonomi Biru dalam rantai pangan global. Selain pengembangan sumber daya laut yang berkelanjutan, produk pangan biru Indonesia juga dapat bersaing secara kompetitif dipasar global melalui penerapan sistem penjaminan mutu dan kepatuhan dalam standar Internasional.
Melalui kegiatan ini diharapkan akan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemasok produk perikanan dan meningkatkan keberterimaan perikanan dipasar global melalui peningkatan penjaminan mutu produk kelautan dan perikanan.
Selain dari hal itu diharapkan pula Indonesia dapat meningkatkan kerjasama dengan negara negara mitra dan negara negara partner sehingga dapat memberikan dampak positif bagi sektor kelautan maupun sektor perekonomian Indonesia. Ekonomi Biru untuk Indomesia Maju.
#Nurmaladewi