Example 728x250
Terkini

PT Timah dan Kisah ‘Sial’ Suparta: Antara Ambisi Negara dan Jeruji Besi”

65
×

PT Timah dan Kisah ‘Sial’ Suparta: Antara Ambisi Negara dan Jeruji Besi”

Sebarkan artikel ini
IMG 20241219 WA0082

JAKARTA – Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta, melontarkan keluhan pahit dalam nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/12/2024). Suparta mengaku dirinya “ketiban sial” setelah menjalin kerja sama dengan PT Timah Tbk. Niat membantu perusahaan negara meningkatkan produksi justru berujung pada tuntutan pidana 14 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kamis (19/12/2024).

“Ini sial sekali hidup saya, bantu negara malah masuk penjara,” ucap Suparta dari kursi terdakwa, menyuarakan kekecewaannya atas tuduhan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 300 triliun. Tuduhan itu juga menyeret sejumlah pihak lain dalam kasus tata niaga komoditas timah.
Awal Kerja Sama yang Berujung Malapetaka
Dalam pleidoinya, Suparta menjelaskan bahwa dirinya sebenarnya enggan menjalin kerja sama dengan PT Timah. Ia merasa bisnis yang dijalankan PT RBT sudah berjalan stabil dan menguntungkan tanpa perlu terlibat dengan perusahaan pelat merah.

“Hal pertama yang saya rasakan adalah sebenarnya saya malas, Yang Mulia, untuk membantu. Bisnis saya sudah tenteram dan tidak ada ambisi lagi,” ungkapnya.

Namun, panggilan untuk bekerja sama dengan PT Timah akhirnya diterima, meskipun ia menyadari risiko besar yang mengintai, terutama terkait reputasi dan proses pembayaran yang kerap bermasalah.

Menurut Suparta, kerjasama penyewaan smelter dengan PT Timah bertujuan meningkatkan produktivitas bijih timah. Namun, realitasnya jauh dari harapan. Ia mengklaim pembayaran dari PT Timah sering kali terlambat hingga berbulan-bulan, jauh melebihi perjanjian yang telah disepakati.

Kondisi ini membuat pembayaran utang PT RBT ke bank terhambat dan menggerus keuntungan ekspor perusahaan.

“Cashflow PT Timah terganggu, dan kami harus menanggung akibatnya,” tegasnya.

Suparta juga menyoroti bahwa kerja sama tersebut akhirnya membawa dirinya ke persidangan atas tuduhan korupsi. “Yang paling apes adalah saya sampai di sini, menjadi terdakwa. Bahasa kasarnya, bantu negara malah masuk penjara,” pungkasnya.

Dakwaan dan Tuntutan Jaksa
JPU menuntut Suparta dengan pidana penjara selama 14 tahun atas keterlibatannya dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Wilayah Izin Usaha Penambangan (WIUP) milik PT Timah Tbk.

Ia dianggap melanggar Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dalam tuntutannya, JPU juga meminta Suparta membayar denda sebesar Rp 1 miliar dengan subsider 1 tahun kurungan. Selain itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 4,5 triliun.

Jika tidak mampu melunasi uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda miliknya akan disita dan dilelang. Jika hasil lelang tidak mencukupi, Suparta harus menjalani pidana tambahan selama 8 tahun.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Suparta dengan pidana penjara selama 14 tahun dikurangi masa tahanan, dengan perintah tetap ditahan di rutan,” ujar JPU dalam persidangan, Senin (9/12/2024).

Nasib Terdakwa Lain
Selain Suparta, kasus ini juga menyeret Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah. Reza dituntut dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp 750 juta, subsider 6 bulan kurungan jika tidak mampu membayar.

Berbeda dengan Suparta, Reza tidak dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti.

“Dosa” Korupsi dan Tantangan Kerja Sama dengan BUMN
Kasus ini menyoroti kompleksitas kerja sama antara sektor swasta dan BUMN. Suparta mengungkapkan bahwa kerja sama dengan PT Timah justru menjadi bumerang bagi dirinya.

Ia menilai bahwa risiko tinggi dalam kerja sama dengan perusahaan negara sudah menjadi rahasia umum, terutama terkait kendala keuangan. “Proses pembayaran yang terlambat dan cashflow yang tidak stabil sering kali menjadi hambatan utama,” katanya.

Namun, JPU menyatakan bahwa tindakan Suparta tidak dapat dimaafkan karena berdampak masif pada kerugian negara. Korupsi dalam tata niaga timah ini dianggap mencederai integritas sektor tambang Indonesia, yang seharusnya menjadi salah satu pilar ekonomi nasional.

Kasus yang menjerat Suparta menjadi pelajaran berharga tentang transparansi dan akuntabilitas dalam kerja sama antara sektor swasta dan BUMN.

Di sisi lain, nota pembelaan Suparta mengangkat pertanyaan penting mengenai kesetaraan perlakuan hukum dan perlindungan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kerja sama dengan entitas negara.

Apakah benar Suparta menjadi korban sistem yang tidak adil, atau ia memang bertanggung jawab atas kerugian besar yang dialami negara? Jawaban atas pertanyaan ini kini berada di tangan majelis hakim.Analisnews.co.id

 

Penulis:tim red

Editor:M.Jhon kanedy

Disclaimer : AnalisNews adalah Media Jurnalis Warga pertama di Indonesia yang menyediakan ruang bagi jurnalis warga untuk mempublikasi berita, maka semua jurnalis warga wajib mengikuti kaidah Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Media Siber tanpa terkecuali, berita kasus wajib berimbang tanpa terkecuali, dilarang melakukan pemerasan dan dilarang berbuat kriminal ,apapun, username/ nama pengguna sesuai nama di KTP, jurnalis warga bertanggung jawab atas berita yang dibuatnya.