Jakarta – Polri, sebagai institusi yang diamanahkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, telah mengalami sorotan tajam sepanjang tahun 2024. Sorotan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari prestasi besar hingga kasus-kasus yang melibatkan oknum anggota kepolisian yang merusak citra lembaga. Kamis (26/12/2024)
Menghadapi sorotan ini, Polri dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik.
Keberhasilan Polri dalam Menjaga Keamanan di Acara Besar
Di sisi positif, Polri mencatatkan berbagai prestasi dalam menjaga keamanan selama acara besar yang dihelat di Indonesia. Sebagai lembaga yang memiliki peran penting dalam pengamanan, Polri berhasil menjalankan tugasnya dengan baik dalam beberapa acara nasional maupun internasional.
Salah satu prestasi Polri yang patut diapresiasi adalah pengamanan pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang berlangsung di Aceh dan Sumatera Utara.
PON yang melibatkan ribuan atlet dan pengunjung dari seluruh Indonesia ini membutuhkan pengamanan ekstra ketat, mengingat potensi keramaian dan kerawanan yang dapat terjadi. Polri berhasil menjaga keamanan tanpa ada insiden besar yang mengguncang acara tersebut.
Selain PON, Polri juga berhasil mengawal jalannya Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Dengan millions of voters participating, tantangan untuk memastikan setiap suara dihitung dengan jujur dan aman sangat besar.
Namun, Polri berhasil memberikan pengamanan yang efektif, sehingga pemilu dan pilkada dapat berlangsung dengan damai dan terorganisir dengan baik.
Penyelenggaraan acara internasional seperti World Water Forum (WWF) di Bali juga menjadi sorotan positif bagi Polri.
Forum ini dihadiri oleh delegasi dari berbagai negara dan merupakan platform penting untuk membahas isu-isu global terkait air dan lingkungan.
Keberhasilan Polri dalam mengamankan acara tersebut menunjukkan kemampuan lembaga ini dalam menghadapi situasi skala besar yang melibatkan delegasi asing.
Kasus Negatif yang Mencoreng Nama Polri
Namun, di balik prestasi-prestasi tersebut, Polri juga menghadapi kritik keras atas sejumlah kasus yang melibatkan oknum anggotanya. Kasus-kasus ini telah mencoreng nama baik Polri dan mengundang perhatian masyarakat serta media.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah peristiwa tragis yang melibatkan anggota Polri telah mencuat ke permukaan, menggugah pertanyaan besar tentang profesionalisme dan integritas anggota kepolisian.
1. Kematian Afif Maulana yang Diduga Disiksa oleh Polisi
Salah satu kasus yang menjadi sorotan publik adalah kematian Afif Maulana, seorang bocah berusia 13 tahun yang ditemukan tewas dengan luka-luka yang diduga akibat penyiksaan oleh anggota Polri. Kejadian ini terjadi pada Juni 2024, ketika Afif bersama teman-temannya ditangkap oleh anggota Sabhara Polda Sumatera Barat dengan tuduhan akan ikut tawuran.
Namun, bukannya mendapatkan perlakuan hukum yang sesuai, mereka malah dianiaya dengan cara yang sangat kejam.
Afif Maulana tewas setelah mengalami patah tulang iga yang menyebabkan paru-parunya robek. Penyiksaan ini termasuk tindakan memukul dengan rotan, menendang, menyetrum, dan bahkan membakar tubuh korban dengan rokok.
Tindak kekerasan yang dialami oleh Afif dan teman-temannya telah mencoreng nama baik Polri, dan kasus ini memicu gelombang protes dari masyarakat dan organisasi hak asasi manusia (HAM).
2. Penembakan Gamma Rizkynata di Semarang
Kasus tragis lainnya adalah penembakan terhadap seorang siswa SMK, Gamma Rizkynata Oktafandy alias GRO, yang terjadi pada November 2024 di Semarang, Jawa Tengah. Gamma ditembak oleh anggota Polri, Aipda Robig Zaenudin, yang awalnya mengklaim bahwa penembakan itu dilakukan karena Gamma terlibat dalam tawuran antar geng.
Namun, setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, terungkap bahwa penembakan tersebut tidak terkait dengan tawuran, melainkan karena Aipda Robig merasa terancam setelah motornya terhalang oleh kendaraan yang dikendarai oleh Gamma dan teman-temannya.
Kasus ini memicu kecaman dari berbagai pihak, karena penembakan terhadap seorang remaja yang tidak bersenjata dianggap sebagai tindakan berlebihan dan tidak proporsional.
Keluarga korban dan masyarakat meminta pertanggungjawaban dari Polri dan meminta agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.
3. Pembunuhan Ibu Kandung oleh Anak Polisi di Bogor
Salah satu kasus yang lebih mengerikan adalah pembunuhan seorang wanita lansia bernama Herlina Sianipar, yang dibunuh oleh anak kandungnya sendiri, Aipda Nikson Pangaribuan.
Kejadian ini berlangsung di Kampung Rawajamun, Desa Dayeuh, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor pada Desember 2024. Aipda Nikson memukul ibunya menggunakan tabung gas LPG ukuran 3 kilogram hingga menyebabkan kematian.
Kejadian ini semakin tragis karena diketahui bahwa pelaku sebelumnya pernah menjalani perawatan kejiwaan di Rumah Sakit Polri.
Kasus ini semakin menambah sorotan negatif terhadap Polri, karena terungkap bahwa pelaku adalah seorang anggota Polri yang diketahui memiliki riwayat gangguan kejiwaan.
Kasus ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana Polri melakukan seleksi dan pemantauan terhadap anggotanya, terutama yang memiliki masalah kesehatan mental.
4. Pembunuhan Polisi oleh Polisi di Solok Selatan
Kasus lain yang mengejutkan adalah insiden polisi tembak polisi yang terjadi di Polres Solok Selatan pada November 2024. Kompol Anumerta Ulil Ryanto Anshari, Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, tewas ditembak oleh AKP Dadang Iskandar, mantan Kabag Ops Polres Solok Selatan.
Pembunuhan ini terjadi setelah pengungkapan kasus tambang ilegal, di mana Kompol Ulil bersama timnya melakukan pemeriksaan terhadap pelaku tambang galian C.
Penyelidikan mengungkapkan bahwa AKP Dadang menembak Kompol Ulil setelah sebelumnya terjadi perselisihan yang berkaitan dengan kasus tambang ilegal tersebut.
Pembunuhan sesama polisi ini menunjukkan adanya ketegangan internal di tubuh Polri yang perlu diselidiki lebih lanjut.
5. Pembunuhan Sopir Ekspedisi di Kalteng
Di Kalimantan Tengah, Brigadir Anton Kuniawan, seorang anggota Polresta Palangka Raya, terlibat dalam kasus pencurian dengan kekerasan dan pembunuhan terhadap seorang sopir ekspedisi. Brigadir Anton menembak sopir bernama Budiman Arisandi dan mencuri mobilnya.
Setelah melakukan aksi kriminal tersebut, Anton melarikan diri, namun kemudian berhasil ditangkap.
Kasus ini menunjukkan adanya masalah serius dalam seleksi dan pengawasan terhadap anggota Polri.
Tindak kekerasan dan kriminalitas yang dilakukan oleh anggota Polri bukan hanya merusak citra lembaga ini, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang seharusnya menjadi pelindung mereka.
Tantangan bagi Polri: Memperbaiki Kepercayaan Masyarakat
Tahun 2024 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi Polri dalam mempertahankan kepercayaan publik. Berbagai kasus yang melibatkan oknum polisi telah mempengaruhi citra lembaga ini. Masyarakat semakin kritis terhadap kinerja Polri, terutama setelah beberapa peristiwa yang mencoreng reputasi institusi tersebut.
Dalam menghadapi tantangan ini, Polri harus melakukan introspeksi dan perbaikan internal. Langkah-langkah seperti evaluasi dalam seleksi anggota, peningkatan pelatihan etika dan profesionalisme, serta pengawasan yang lebih ketat terhadap anggota Polri yang bermasalah menjadi hal yang sangat penting.
Polri juga perlu lebih transparan dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan oknum anggota untuk menunjukkan komitmen terhadap keadilan dan akuntabilitas.
Di samping itu, Polri harus memperkuat hubungan dengan masyarakat melalui program-program kemitraan dan komunikasi yang lebih baik.
Dengan demikian, Polri dapat kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat dan melanjutkan tugas mulianya dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Indonesia.
Tahun 2024 menjadi ujian berat bagi Polri. Namun, dengan upaya perbaikan dan penegakan hukum yang tegas, Polri masih memiliki kesempatan untuk membangun kembali citra dan kepercayaannya di mata publik.Analisnews.co.id
Penulis:tim red
Editor:M.Jhon kanedy