Kawasan “Samudera Biru” untuk Kemajuan Indramayu
Oleh: Pujo Utomo (Mahasiswa S2 KPI UIN Bandung)
Kabupaten Indramayu secara geografis terletak di bibir pantai Pulau Jawa, dengan garis pantai terpanjang dibandingkan seluruh kabupetan yang ada di Jawa yakni mencapai 147 km yang membentang sepanjang perbatasan Kabupaten Subang di sisi barat hingga Kabupaten Cirebon di sisi timur.
Dari 31 kecamatan yang ada di Indramayu ada 11 kecamatan yang memiliki garis pantai yakni Kecamatan Krangkeng, Karangampel, Juntinyuat, Balongan, Indramayu, Pasekan, Cantigi, Losarang, Kandanghaur, Patrol dan Sukra.
Kecamatan Pasekan memmpunyai garis pantai paling panjang yakni 28,34 km, disusul Kecamatan Cantigi 34,94 km, selanjutnya Kecamatan Kandang Haur dengan garis pantai mencapai 14,23 km, berikutnya Kecamatan Losarang yang memiliki garis pantai 13,38 km. Sisanya tersebar di tujuh kecamatan.
Data di atas menunjukan besarnya potensi sumber daya laut atau perikanan yang dapat dikembangkan oleh pemerintah Indramayu dan sangat mungkin sektor perikanan menjadi sumber penghasilan utama daerah yang berefek pada kesejahteraan masyarakat Indramayu. Apalagi Kabupaten Indramayu hingga kini masih dikenal sebagai salah satu daerah penghasil ikan tertinggi di Jawa Barat.
Topografi Indramayu mendorong sebagian penduduk menjadi nelayan. Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) kab. Indramayu mencatat 6.074 buah kapal milik nelayan Indramayu (data 2020). Lebih jauh, Diskanla Jawa Barat menyatakan bahwa produksi ikan di tahun 2021 mencapai 526.000 ton. Di tingkat provinsi, produksi perikanan Indramayu menyumbang 34 persen, yang berarti sebagai penyumbang perikanan terbesar seprovinsi (Republika Jabar, 2/8/2022).
Sayangnya potensi laut yang besar ini belum dikelola secara optimal oleh pemerintah Indramayu. Detik.com, pada edisi Kamis 23 November 2023, menulis artikel tentang potensi laut Indramayu dengan judul “Ironi di Balik Melimpahnya Produksi Ikan Indramayu”.
Artikel itu menyoroti tentang tempat Pelelangan Ikan di Karangsong, Kabupaten Indramayu yang menjadi satu penyumbang produksi ikan terbesar di Jabar dengan jumlah sekitar 2 ribu ton ikan setiap bulannya dan jumlah transaksi hingga miliaran rupiah setiap harinya. Koperasi Perikanan Laut Mina Sumitra Indramayu mencatat di tahun 2023 ini, rata-rata per bulannya untuk raman (nilai produksi ikan hasil tangkapan) mencapai Rp25 miliar hingga Rp50 miliar. Namun angka raman itu tidak sepenuhnya dirasakan langsung oleh para pemilik kapal besar. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang harus memutar otak agar bisa membayar segala kebutuhan pascaproduksi.
Republika. co.id, pada 2019 juga pernah membuat laporan tentang potensi ikan Indramayu dengan judul “Fasilitas TPI Minim, Nelayan Bongkar Ikan di Luar Indramayu”. Tulisan ini memaparkan minimnya fasilitas Indramayu sehingga tidak bisa untuk berlabuh kapal-kapal besar, padahal Indramayu menjadi daerah yang memiliki kapal perikanan tangkap paling banyak di Indonesia. Mislanya, desa Karangsong yang dikenal sebagai desa nelayan saat ini tercatat mempunyai 500 unit kapal tangkap. Dari jumlah itu, 200 unit di antaranya berukuran diatas 30 gross ton (GT). Sedangkan sisanya berukuran dibawah 30 GT. Namun sayang, Indramayu tak memiliki pelabuhan perikanan yang memadai.
Akibat minimnya fasiltas ini, banyak nelayan Indramayu yang berlabuh di luar Indramayu, misalnya di Jakarta. Padahal kemampuan nelayan Karangsong ini kemampuan berlayarnya sangat jauh, dari Karangsong, Indramayu, ke Laut Arafuru (Arafura) di sekitar Maluku dan Papua, dengan tangkapan maksimal 170 ton ikan setelah empat bulan di laut (Kompas.id. “Mengelegak dari Indramayu ke Arafuru”).
Mh. Firdaus, dalam tulisananya di Kompasiana, menjelaskan sejarah keahlian nelayan Indramayu melegenda ke seantero negeri. Kala laut Natuna sepi nelayan karena dipersengketakan negara tetangga Indonesia, Mentri Kelautan dan Perikanan mengajak nelayan Indramayu mencari ikan hingga ke Natuna. Sayangnya hingga kini, Indramayu belum memiliki pelabuhan besar yang menampung hilir-mudik kapal nelayan.
Ratusan kapal – baik besar dan kecil — berjejer di sungai-sungai kecil bermuara ke laut. Salah satunya, aliran sungai yang menuju ke pantai “Karangsong”. Ini miniatur pelabuhan (tidak resmi) di sungai sempit bersambung ke pantai utara Jawa. Banyak sungai kecil serupa menjadi tempat bersandar kapal nelayan selepas berlayar dari laut Jawa.
Dari berbagai artikel yang dimuat di media nasional di atas, hampir semuanya menyorot tentang kurang maksimalnya pemerintah Indramayu dalam mengelelola potensi laut.
Al-Zaytun yang menjadi bagian dari Indramayu mengembangkan blue economy, satu di antara langkah strategisnya dengan mengembangkan “Kawasan Pusat Industri Perikanan Terpadu”, dengan luas lahan 350 hektare, yang 75 persen sudah dibebaskan, berlokasi di Jalan Kertawinangun Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur, Indramayu.
Kawasan perikanan terpadu ini sudah memiliki galangan kapal “Samudera Biru” yang bisa memproduksi kapal berukuran hingga 600 gross ton (GT). Sudah ada dua kapal yang dibuat di galangan kapal ini yakni Kapal LKM 01 Gunung Surowiti, dan Kapal LKM 02 Gunung Pulosari. Saat ini sedang memproduksi kapal ketiga yang rencananya akan diberi nama “Ratu Connie”.
Dengan adanya Kawasan Pusat Industri Perikanan Terpadu ini nantinya bisa menjawab persoalan potensi perikanan Indramayu yang selama ini belum dikelola secara maksimal, sehingga bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Indramayu.