Example 728x250
Terkini

CEO CMI News Soroti Penjualan LKS: Subsidi BOS Harus Dirasakan Siswa

6607
×

CEO CMI News Soroti Penjualan LKS: Subsidi BOS Harus Dirasakan Siswa

Sebarkan artikel ini
images 1 e1736136789570
Foto : Ilustrasi LKS

Pemalang, – CEO media CMI News, Surya AL, dengan tegas menyatakan keprihatinannya terhadap praktik penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah-sekolah negeri. Ia menyoroti bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang sejatinya disubsidi pemerintah untuk kepentingan siswa, harus dimanfaatkan sebagaimana mestinya tanpa membebani orang tua siswa dengan biaya tambahan yang tidak perlu.

“Dana BOS dirancang untuk memberikan buku pegangan utama dan pendamping secara gratis kepada siswa. Jika praktik penjualan buku atau LKS masih terjadi, ini merupakan pelanggaran serius terhadap peraturan yang telah ditetapkan,” ungkap Surya dalam wawancara khusus.

Aturan yang Mengikat Surya mengingatkan bahwa sejumlah regulasi secara tegas melarang praktik komersialisasi buku di lingkungan pendidikan, antara lain:

  1. Permendiknas No. 2 Tahun 2008 Pasal 11: Melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada siswa.
  2. UU No. 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan Pasal 63 Ayat (1): Penerbit dilarang menjual buku teks pendamping langsung ke satuan pendidikan.
  3. PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 181a: Melarang pendidik dan tenaga kependidikan menjual bahan ajar, seragam, atau perlengkapan lain di sekolah.
  4. Permendikbud No. 75 Tahun 2020 Pasal 12a: Mempertegas larangan praktik komersialisasi di sekolah.

Menurut Surya, aturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pendidikan tidak menjadi beban finansial tambahan bagi siswa dan orang tua. “Ketika sekolah melanggar aturan ini, mereka mengabaikan esensi dari subsidi pemerintah melalui dana BOS,” tambahnya.

Praktik yang Merugikan Meskipun larangan tersebut telah diatur dengan jelas, Surya mencatat bahwa praktik penjualan LKS masih marak terjadi, terutama saat memasuki tahun ajaran baru atau pergantian semester. Hal ini sering kali memberatkan orang tua siswa. “Banyak wali murid yang mengeluhkan harga LKS yang mencapai ratusan ribu rupiah per semester. Padahal, tugas sekolah sangat bergantung pada LKS, sehingga siswa seolah dipaksa untuk membeli,” jelasnya.

Salah satu wali murid, Ratih, menyatakan keberatannya atas praktik tersebut. “Kami diminta membeli LKS seharga Rp105.000 untuk semua mata pelajaran. Jika memiliki lebih dari satu anak yang bersekolah, beban ini menjadi sangat berat,” ujarnya.

Guru Berdagang: Tindakan yang Tidak Etis Surya juga menyoroti kasus-kasus di mana tenaga pendidik menjual LKS secara langsung kepada siswa. “Hal ini melanggar etika profesi guru dan mencederai integritas pendidikan. Tugas guru adalah mengajar, bukan berdagang,” tegasnya.

Harapan untuk Kemendikbudristek Sebagai penutup, Surya mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk memperketat pengawasan terhadap penggunaan dana BOS di sekolah. “Kemendikbudristek harus memastikan bahwa subsidi benar-benar dirasakan oleh siswa. Kepala dinas pendidikan dan pengelola sekolah yang melanggar aturan ini harus diberi sanksi tegas,” pungkasnya.

Surya berharap polemik ini dapat menjadi momentum untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Dengan menghapus praktik komersialisasi di sekolah, pendidikan akan kembali menjadi hak yang adil bagi seluruh siswa tanpa ada beban tambahan yang tidak perlu.***

Disclaimer : AnalisNews adalah Media Jurnalis Warga pertama di Indonesia yang menyediakan ruang bagi jurnalis warga untuk mempublikasi berita, maka semua jurnalis warga wajib mengikuti kaidah Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Media Siber tanpa terkecuali, berita kasus wajib berimbang tanpa terkecuali, dilarang melakukan pemerasan dan dilarang berbuat kriminal ,apapun, username/ nama pengguna sesuai nama di KTP, jurnalis warga bertanggung jawab atas berita yang dibuatnya.