Example 728x250
Banten

Mengapa Kita Lebih Suka Mencari Celah Salah Ocit Abdurrosyid Siddiq

356
×

Mengapa Kita Lebih Suka Mencari Celah Salah Ocit Abdurrosyid Siddiq

Sebarkan artikel ini
IMG 20250119 WA0048

Analisnews.co.id Ada 3 tipe kelompok penganut agama. Pertama, penganut agama yang meyakini kebenaran ajaran agamanya tanpa memedulikan apakah ajaran agama lain itu benar atau salah.

Kedua, penganut agama yang meyakini kebenaran ajaran agamanya dan menganggap ajaran agama lain itu salah, serta menyertainya dengan perilaku mencari celah salah itu.

Ketiga, penganut agama yang meyakini kebenaran ajaran agamanya, sembari mencari titik temu persamaan ajaran agamanya dengan ajaran agama lain.

Polemik dan konflik yang terjadi dan melibatkan penganut antar umat beragama itu, karena masing-masing penganut agama tidak hanya meyakini kebenaran ajaran agama sendiri.

Tetapi juga menyertainya dengan mencari celah salah ajaran agama lain. Mengorek dan mencari-cari kesalahan yang kemudian dijadikan alasan untuk mengklaim bahwa hanya agamanya yang benar.

Sejatinya, perilaku mengorek dan mencari celah salah ajaran agama lain sebagai justifikasi atas benarnya agama sendiri, malah menjadi pembenar bahwa seolah dia tidak yakin atas kebenaran ajaran agama sendiri.

Bila masing-masing penganut agama bersaing untuk mencari celah salah dalam ajaran agama lain, itulah yang menjadi pemantik polemik, konflik, bahkan perang antar penganut agama.

Ulah mencari celah salah itu diperparah oleh cara pandang yang keliru dan tidak tepat; menakar ajaran agama lain dengan takaran dan cara pandang ajaran agama sendiri.

Orang Islam yang menganggap bahwa denting piano yang menjadi bagian dari prosesi ibadah dalam gereja sebagai sebuah sikap konyol. Sebetulnya itu tidak berbeda dengan anggapan penganut Katolik atas marhaba di musola. Teriak-teriak dalam posisi berdiri sembari sedekap tangan. Konyol juga.

Orang Islam yang beranggapan bahwa menangis di tembok ratapan yang biasa dilakukan oleh penganut Yahudi adalah sikap konyol. Ibadah koq meratap. Itu tidak berbeda dengan anggapan orang Yahudi atas Islam yang susah payah mencium hajar aswad. Ngapain berebut mencium batu. Juga konyol.

Orang Islam yang menuduh bahwa perilaku penganut Konghucu membersihkan patung dewa menjelang Imlek adalah sebuah kekonyolan, sejatinya tidak berbeda dengan perilaku orang Islam yang membersihkan benda pusaka pada bulan tertentu. Mencuci golok hanya di bulan Mulud misalnya.

Orang Islam yang mengira bahwa pohon-pohon dibungkus dengan kain hitam-putih dalam ajaran agama Hindu sebagai sebuah perilaku sia-sia, sejatiinya tidak berbeda dengan anggapan orang Hindu atas kebiasaan orang Islam membungkus nisan dengan kain putih. Sia-sia juga.

Keliru-paham seorang penganut agama atas ajaran, ritual, prosesi ibadah, dan kebiasaan dalam agama lain itu, karena selain masing-masing menakarnya dari sudut-pandangnya, juga karena sebatas membaca teks. Bukan konteks.

Penganut Islam mencari celah salah Alkitab. Penganut Katolik mencari celah salah Alquran. Pada kasus tertentu hingga sampai pada penistaan. Aksi dan reaksi saling berbalas.

Mualaf jadi pendakwah. Lalu ceramahnya digandrungi, karena banyak bercerita tentang kesalahan-kesalahan dalam Alkitab. Umat senang banget mendengar kesalahan itu.

Sebaliknya, seorang yang murtad dielu-elukan keluarga barunya. Karena dianggap banyak membongkar kesalahan dan kelemahan Alquran. Jemaat begitu antusias menyimaknya.

Padahal, pada masing-masing ajaran agama terdapat ajaran untuk mewujudkan kedamaian, persatuan, kerukunan, saling asah, saling asih, dan saling asuh.

Mengapa masing-masing umat beragama tidak tertarik untuk mencari sisi kesamaan pada masing-masing ajaran agamanya? Bukankah dengan semakin banyak kesamaan semakin mendekatkan?

Ikhtiar mencari irisan kesamaan antara ajaran satu agama dengan ajaran agama lain, bukan dalam rangka menyamakan semua agama. Tapi untuk mendekatkan. Dengan dekat, bisa kenal, bisa damai, bisa sayang.

Karena Tuhan pun sengaja menciptakan manusia dalam bentuk beragam, bahwa “Kusengaja ciptakan kalian dalam bentuk berbeda agar kalian mikir”. Ini tantangan Tuhan pada kita, makhluknya yang selain diberkahi otak juga akal.

Meyakini kebenaran ajaran agama sendiri, itu wajib. Menganggap salah atas ajaran agama lain, itu boleh. Tapi tak perlu mencari celah salah. Sebaiknya, carilah sisi samanya. Sama di ranah muamalah.

Konsep rahmatan lil alamin ada pada tiap ajaran agama. Tentu dengan istilah yang berbeda. Bahwa ajakan menebar kebaikan, kedamaian, persatuan, ada dalam tiap agama. Tak ada ajaran agama yang isinya ngajak perang melulu.

Andai masing-masing penganut agama lebih mengedepankan sisi kesamaan, bukan saling mengorek kelemahan dan kesalahan, maka konsep rahmatan lil alamin kebenarannya bukan sebatas firman.

Untuk kawan-kawan Tionghoa yang pekan ini sedang merayakan Tahun Baru Imlek, kami turut berbahagia. Semoga di Tahun Ular ini, senantiasa mendapatkan rejeki dan keberkahan. Gong Xi Fa Cai.

Wallahualam.
***

Penulis adalah Alumnus Prodi Aqidah dan Filsafat IAIN SGD Bandung, Pengurus ICMI Orwil Banten, Wasekjen X Pengurus Besar Mathlaul Anwar, dan Ketua Forum Diskusi dan Kajian Liberal Banten Society (Fordiska Libas)

PERATURAN WAJIB : AnalisNews adalah Media Jurnalis Warga pertama di Indonesia yang menyediakan ruang bagi jurnalis warga untuk mempublikasi berita, "ANALISNEWS HANYA MENYAJIKAN BERITA BAIK MENDUKUNG PROGRAM PEMERINTAH, TNI, POLRI" DILARANG BERITA KASUS, semua jurnalis warga wajib mengikuti kaidah Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Media Siber tanpa terkecuali, Dilarang melakukan pemerasan dan Dilarang berbuat kriminal sekecil apapun, username/ nama pengguna sesuai nama di KTP, jurnalis warga bertanggung jawab atas berita yang dibuatnya, Nama Jurnalis wajib tercantum dalam BOX REDAKSI, TIDAK SAH JIKA TIDAK ADA DALAM BOX REDAKSI, Dilarang meminta imbalan atas berita. "ANALISNEWS BERITA BAIK DAN MEMBANGUN, TIDAK MEMUNGUT APAPUN, ANALISNEWS BERKIPRAH TANPA PAMRIH UNTUK MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA"