AnalisNews – Sumbawa Besar|NTB,- Sebagai seorang jurnalis, tugas kami adalah menjadi penghubung antara masyarakat dan pihak berwenang, menghadirkan kebenaran, dan memperjuangkan keadilan. Namun, apa yang terjadi di Polres Sumbawa belakangan ini membuat kami bertanya-tanya: masih adakah ruang untuk masyarakat kecil mendapatkan keadilan di sana?
Saya telah menyaksikan, mendengar, dan menuliskan berbagai kisah masyarakat yang melaporkan kasus-kasus ke Polres Sumbawa. Sayangnya, banyak dari laporan tersebut hanya berakhir sebagai arsip yang terkunci rapat di meja penyidik. Pengaduan-pengaduan itu seolah tenggelam, tak lagi dihiraukan, apalagi ditindaklanjuti.
Beberapa kasus kriminal berat, seperti pembunuhan dan penganiayaan, hingga sengketa lahan yang melibatkan hak hidup orang banyak, berakhir dengan kebuntuan. Laporan yang diajukan masyarakat dibiarkan mengendap tanpa kepastian. Bahkan, ada yang bertahun-tahun tidak tersentuh tanpa alasan yang jelas. Sebagai jurnalis, kami menerima banyak keluhan dari masyarakat tentang ini, dan kami merasakan kekecewaan yang sama.
Setiap institusi publik, termasuk kepolisian, memiliki kewajiban untuk melayani masyarakat dengan penuh integritas. Namun, semangat “melayani, melindungi, dan mengayomi” seolah hanya menjadi slogan tanpa makna di Polres Sumbawa. Banyak masyarakat yang datang ke sana merasa dipingpong, tidak diperlakukan dengan hormat, bahkan dianggap menyusahkan.
Salah satu isu yang paling menyakitkan adalah adanya dugaan bahwa keadilan di Polres Sumbawa bisa dibeli. Mereka yang memiliki uang lebih, seolah mendapatkan prioritas dalam penanganan kasus. Sedangkan masyarakat kecil, yang datang hanya dengan bermodal keberanian, seringkali harus pulang dengan tangan hampa. Dalam hati saya bertanya, ke mana arah penegakan hukum yang adil dan merata ini?
Tak hanya itu, dugaan adanya pungutan liar terkait tambang galian C di Kabupaten Sumbawa semakin menambah luka masyarakat. Alih-alih menjadi pelindung hukum, aparat diduga menjadi bagian dari masalah. Praktik seperti ini tidak hanya merusak citra Polres Sumbawa, tetapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Sebagai wartawan, kami mencoba menghubungi berbagai pihak, termasuk Kapolres Sumbawa, untuk meminta klarifikasi atas berbagai keluhan ini. Namun, respons yang kami terima sering kali mengecewakan. Seolah suara masyarakat hanya angin lalu, kalah oleh laporan dari bawahannya yang diduga kuat hanya sepihak.
Kami, jurnalis dan masyarakat, tidak ingin melihat Polres Sumbawa terus terpuruk. Kami percaya, masih ada harapan untuk perbaikan. Kami memohon kepada Kapolda NTB dan Kapolri untuk segera mengambil tindakan tegas: mengevaluasi kinerja Kapolres dan jajarannya, serta mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada institusi kepolisian.
Kami sadar, perjuangan ini tidak mudah. Tetapi, tugas kami sebagai jurnalis adalah menyuarakan kebenaran, meski harus melawan arus. Karena keadilan adalah hak semua orang, bukan milik mereka yang memiliki uang atau koneksi semata.
Melalui tulisan ini, saya berharap suara masyarakat yang selama ini terabaikan dapat terdengar. Keadilan bukanlah sebuah kemewahan, tetapi hak dasar yang harus diberikan kepada setiap individu. Mari bersama memperjuangkan keadilan di bumi Samawa. (An)