Analisnews.co.id
Jakarta, 17 Maret 2025 – Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) mengusulkan penerapan skema dynamic tariff untuk tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor batubara dan mineral. Usulan ini disampaikan sebagai respons atas rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang berencana menaikkan tarif royalti PNBP komoditas tersebut secara signifikan.
Wakil Ketua Umum Aspebindo, Fathul Nugroho, menegaskan bahwa kebijakan kenaikan royalti harus mempertimbangkan kondisi industri pertambangan yang tengah menghadapi tantangan berat. “PNBP royalti batubara sebelumnya sudah naik 50-100 persen melalui PP No. 26 Tahun 2022. Jika kembali dinaikkan, ini akan semakin membebani pelaku usaha di tengah meningkatnya mining cost, harga BBM yang tinggi, serta harga komoditas yang saat ini berada di level terendah dalam lima tahun terakhir,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Ahad, 16 Maret 2025.
Dampak Kenaikan Tarif pada Industri
Khusus untuk sektor mineral, Aspebindo menyoroti rencana kenaikan tarif royalti yang sangat tinggi, seperti:
✅ Bijih tembaga: dari 5 persen menjadi 17 persen
✅ Nikel matte: dari 2 persen menjadi 6,5 persen
✅ Feronikel: dari 2 persen menjadi 7 persen
Menurut Fathul, lonjakan tarif yang mencapai tiga kali lipat ini berpotensi menghambat investasi di sektor pertambangan dan pengolahan mineral. “Kenaikan signifikan ini dapat menggerus margin perusahaan, mengurangi daya saing global, dan bahkan menurunkan permintaan pasar akibat lonjakan harga jual,” jelasnya.
Usulan Skema Dynamic Tariff
Sebagai solusi, Aspebindo mengajukan skema dynamic tariff, yaitu mekanisme tarif royalti yang mengikuti pergerakan harga komoditas.
📌 Saat harga komoditas naik, tarif royalti dapat meningkat dengan formula yang ditetapkan pemerintah.
📌 Saat harga komoditas turun, tarif royalti juga ikut turun agar industri tetap memiliki margin usaha yang sehat.
“Aspebindo mengusulkan agar kenaikan tarif dilakukan secara bertahap dan maksimal 100 persen dari tarif yang berlaku saat ini. Dengan begitu, perusahaan tambang dan smelter memiliki waktu untuk beradaptasi dan menjaga keberlanjutan bisnis,” tegas Fathul.
Aspebindo juga mendorong pemerintah untuk melakukan sensitivity analysis guna menemukan keseimbangan antara kenaikan tarif royalti, permintaan pasar, dan margin usaha industri. “Kami berharap kebijakan ini menghasilkan win-win solution bagi pemerintah dan pelaku usaha, serta tetap menarik bagi investor,” pungkasnya.
#ESDM
#Aspebindo