Indramayu — Dalam rangka memperingati Hari Kartini tahun 2025, Gerakan Perempuan Merah Putih Indonesia (GPMPI) menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Perempuan Hebat Indonesia Pembentuk Generasi Emas 2045”. Acara yang berlangsung di Wisma Tamu Al-Islah, Senin (21/4), ini menghadirkan sejumlah narasumber inspiratif dari berbagai latar belakang akademik dan profesi, serta diikuti antusias oleh ratusan peserta dari kalangan mahasiswa dan akademisi Institut Agama Islam (IAI) Al-Azis.
Prof. Dr. Lince Sihombing, M.Pd., pemateri pertama menegaskan pentingnya peran perempuan dalam membentuk masa depan bangsa. “Dalam keluarga, perempuan memainkan tiga peran strategis sekaligus: sebagai ibu, istri, dan anak. Ketiganya menentukan kualitas generasi penerus,” ujarnya.
Ia meneladani semangat R.A. Kartini yang berjasa membuka akses pendidikan bagi perempuan. Kini, menurut Prof. Lince, tanggung jawab membentuk generasi emas berada di pundak perempuan muda Indonesia, khususnya para mahasiswa. “Mahasiswi hari ini adalah calon ibu bagi anak-anak masa depan. Mereka harus memiliki visi kuat untuk melahirkan generasi cerdas dan terampil,” tuturnya.

Lebih lanjut, Prof. Lince menggarisbawahi pentingnya menerapkan konsep Bibit, Bebet, dan Bobot dalam perencanaan keluarga, dengan empat pilar utama: Perencanaan, Pengorganisasian, Pengendalian, dan Pengevaluasian. Ia mencontohkan bagaimana keluarga Presiden Joko Widodo menyekolahkan Kahiyang Ayu hingga jenjang tinggi sebagai bentuk investasi sumber daya manusia berkualitas.
Sementara itu, Dr. Siti Hadijah, D.Min., D.Th., pemateri 2 mengangkat persoalan kesehatan mental anak sebagai isu krusial yang perlu ditangani sejak dini. Berdasarkan penelitiannya, sekitar 21,8% anak Indonesia mengalami gangguan mental, baik ringan maupun berat.
Ia menekankan pentingnya keterlibatan orang tua, khususnya ibu, dalam menjaga kesehatan jiwa anak-anak. “Bangun kepercayaan, jalin komunikasi terbuka, beri kasih sayang dan dukungan emosional. Ini fondasi yang kuat untuk kesehatan mental anak,” ujarnya. Ia juga mendorong masyarakat untuk tidak ragu mencari bantuan profesional jika diperlukan.

Narasumber lainnya, Dra. Hj. Imiarti Puad, S.H., M.H., menyoroti pentingnya daya saing dan adaptabilitas perempuan Indonesia menghadapi era global. “Orang hebat bukan lahir tiba-tiba, tetapi dibentuk oleh tempaan masalah, pengalaman, dan ketekunan,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa generasi emas Indonesia tidak akan terwujud tanpa kesiapan perempuan dalam aspek pendidikan, keterampilan, dan literasi teknologi. “Yang tersingkir adalah mereka yang tidak mau beradaptasi, yang kurang kompetitif, dan tidak memiliki akses,” imbuhnya.
Imiarti juga berpesan agar perempuan menjaga harga diri dan integritas di tengah gempuran budaya digital. “Jadilah perempuan yang bernilai tinggi dan tidak mudah diakses oleh hal-hal yang merendahkan martabat. Hati boleh tetap lokal, tetapi pemikiran harus global,” pesannya menutup sesi diskusi.

Seminar ini meneguhkan bahwa perempuan memegang peran vital sebagai agen perubahan. Dalam menyambut 100 tahun kemerdekaan Indonesia pada tahun 2045, kualitas sumber daya manusia yang terdidik, terampil, dan melek teknologi menjadi kunci utama keberhasilan.
Acara ini tidak hanya menjadi ruang refleksi atas perjuangan Kartini masa kini, tetapi juga momentum untuk membangun komitmen kolektif dalam mewujudkan visi Indonesia Emas melalui kekuatan perempuan hebat Indonesia.
Hadir juga Ketua GPPPMP Dr. Jeffry Rawis, S.E., dan jajarannya disela-sela kesibukkannya bersama rombongan. “Kami hanya mensuport peringatan ini, apalagi acara ini di adakan di Kampus Al-Zaytun yang notabene tempat yang terkenal di dunia pendidikan,” pungkasnya. (Hadi, Misbah)