Example 728x250
JabarTerkini

Mungkinkah Wasit Ikut Bermain? Mengupas Peran KPU,DKP dan Bawaslu dalam Pilkada Serentak 2024

14
×

Mungkinkah Wasit Ikut Bermain? Mengupas Peran KPU,DKP dan Bawaslu dalam Pilkada Serentak 2024

Sebarkan artikel ini
IMG 20240905 WA0000 2

(Oleh: Yaman pengamat Politik)

Pilkada serentak yang diadakan di seluruh Indonesia adalah salah satu bentuk demokrasi yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam memilih pemimpin daerahnya. Namun, di balik kemegahan pesta demokrasi ini, muncul pertanyaan yang cukup menggelitik: Mungkinkah wasit ikut bermain? Pertanyaan ini mengarahkan kita pada dugaan adanya kepentingan politik dalam lembaga-lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU, DKPP, dan Bawaslu, serta peluang mereka untuk “bermain” bersama calon penguasa daerah.

KPU, DKPP, dan Bawaslu: Lembaga Penyelenggara yang Diharapkan Netral
Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah tiga pilar utama yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil. KPU bertugas mengatur dan menjalankan pemilihan, Bawaslu mengawasi prosesnya, sementara DKPP memastikan bahwa semua penyelenggara pemilu bekerja dengan integritas dan profesionalisme.
Namun, netralitas dan independensi lembaga-lembaga ini sering kali dipertanyakan, terutama ketika muncul dugaan bahwa anggota dari lembaga ini memiliki kedekatan atau afiliasi dengan partai politik tertentu.

Dugaan ini mengundang kekhawatiran bahwa keputusan dan tindakan mereka mungkin dipengaruhi oleh kepentingan politik yang bertentangan dengan prinsip demokrasi yang sehat.

Peluang Intervensi Politik dalam Pembentukan Lembaga Penyelenggara Pemilu
Salah satu celah yang memungkinkan adanya intervensi politik adalah proses pembentukan atau penunjukan anggota lembaga-lembaga ini. Meski secara formal, anggota KPU, DKPP, dan Bawaslu dipilih melalui mekanisme yang telah ditetapkan oleh undang-undang, pengaruh politik tidak dapat sepenuhnya diabaikan.

Misalnya, partai politik atau kelompok tertentu mungkin mencoba mempengaruhi pemilihan anggota lembaga ini dengan menempatkan orang-orang yang dianggap “loyal” atau setidaknya tidak berseberangan dengan kepentingan mereka. Jika hal ini terjadi, maka integritas lembaga tersebut menjadi terancam, dan mereka berpotensi “bermain” dengan calon kepala daerah yang didukung oleh partai politik tertentu.
“Bermain” untuk Mengamankan Karir: Seberapa Besar Peluangnya?

Kedekatan antara penyelenggara pemilu dengan calon penguasa daerah dapat memberikan peluang bagi para penyelenggara untuk melakukan tindakan yang menguntungkan pihak tertentu. Misalnya, ada potensi bagi mereka untuk memanipulasi hasil pemilihan atau mengabaikan pelanggaran yang dilakukan oleh calon tertentu demi mengamankan posisi atau karir mereka di masa depan.
Kasus-kasus di beberapa daerah menunjukkan bahwa penyelenggara pemilu tidak selalu bebas dari pengaruh politik.

Contoh nyata adalah adanya laporan tentang dugaan pelanggaran kode etik oleh anggota KPU di beberapa daerah yang diduga berkolusi dengan calon kepala daerah. Di beberapa kasus, penyelenggara pemilu terlibat dalam skandal pemalsuan suara atau pembiaran terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh tim sukses calon tertentu.
Fakta di Lapangan: Ketika Wasit Ikut Bermain
Beberapa contoh kasus di daerah menunjukkan bahwa penyelenggara pemilu tidak selalu netral. Di Sulawesi Selatan, misalnya, pada Pilkada 2020, ada laporan tentang dugaan keberpihakan anggota KPU terhadap salah satu pasangan calon. Laporan ini menimbulkan polemik di masyarakat dan memunculkan kecurigaan bahwa lembaga penyelenggara pemilu tidak sepenuhnya independen.

Contoh lain datang dari Jawa Tengah, di mana Bawaslu diduga tidak menindaklanjuti laporan pelanggaran yang dilakukan oleh calon petahana. Meskipun ada bukti yang cukup, tindakan yang diambil Bawaslu terkesan lambat dan kurang tegas, yang memunculkan dugaan adanya intervensi politik dalam proses tersebut.

Kesimpulan
Pilkada serentak adalah momen penting dalam demokrasi Indonesia, namun tantangan besar yang dihadapi adalah memastikan bahwa proses ini berjalan jujur, adil, dan bebas dari intervensi politik. Lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU, DKPP, dan Bawaslu diharapkan dapat menjaga integritas dan netralitasnya dalam menjalankan tugasnya.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa potensi intervensi politik selalu ada, terutama dalam pembentukan dan operasional lembaga-lembaga ini. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih kritis dan aktif dalam mengawasi proses pemilihan, serta menuntut transparansi dan akuntabilitas dari semua pihak yang terlibat. Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa “wasit” tidak ikut bermain dan demokrasi di Indonesia tetap terjaga

Disclaimer : AnalisNews adalah Media Jurnalis Warga pertama di Indonesia yang menyediakan ruang bagi jurnalis warga untuk mempublikasi berita, maka semua jurnalis warga wajib mengikuti kaidah Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Media Siber tanpa terkecuali, berita kasus wajib berimbang tanpa terkecuali, dilarang melakukan pemerasan dan dilarang berbuat kriminal ,apapun, username/ nama pengguna sesuai nama di KTP, jurnalis warga bertanggung jawab atas berita yang dibuatnya.