SUMENEP, AnalisNews.co.id– Sejumlah aktivis dari Rampak Sarinah Madura menggelar aksi bisu dengan hanya membawa poster, bertuliskan kekecewaan terhadap molornya pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), di depan Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Menurut Kordinator Aksi Unzilah mengatakan, aksi ini merupakan bentuk protes terhadap lambatnya pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang telah tertunda hampir dua dekade.
Lamanya proses pengesahan tersebut kata dia, menunjukkan ketidak seriusan DPR RI memberikan perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT). Padahal Undang-undang PRT saat ditunggu oleh pengesahan oleh masyarakat, sebab PRT selama ini merupakan kelompok pekerja yang rentan mengalami diskriminasi dan eksploitasi.
“Kami khawatir pimpinan DPR tidak serius dalam memproses RUU PPRT. Aksi bisu ini adalah bentuk kekecewaan kami terhadap ketidakseriusan DPR dalam melindungi hak-hak PRT yang mayoritas adalah perempuan,” ujarnya. Sabtu 14/09/02024.
Unzilah mendesak Pemerintah dan DPR di penghujung senja purna tugasnya, dapat memberikan kado istimewa kepada PRT melalui pengesahan RUU PRT menjadi UU PRT. Ia juga menguraikan terdapat beberapa poin penting dalam RUU PRT meliputi pengaturan waktu kerja, lingkup kerja, perjanjian kerja, serta hak dan kewajiban PRT maupun pemberi kerja.
“Ketua DPR RI Puan Maharani bersama Badan Legislasi (Baleg)agar segera mengesahkan RUU PPRT paling lambat 27 September 2024,” tegasnya.
Aktivis perempuan GMNI Sumenep ini juga mengingatkan, jangan sampai lambatnya pengesahan RUU PRT dapat menimbulkan korban-korban lebih banyak lagi bagu PRT, yang notabene di dominasi oleh perempuan.
Adanya RUU PRT sudah menjadi angin segar bagi kalangan pekerja, karena didalamnya menyangkut, pengakuan PRT sebagai pekerja yang memiliki hak-hak dasar yang harus dihormati dan dilindungi, termasuk hak atas upah yang layak, waktu istirahat, dan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Berikutnya, perihal hubungan kerja yang jelas yang selama ini tidak memiliki kontrak kerja, didalam RUU ini mengatur hubungan kerja antara PRT dan pemberi kerja, termasuk perjanjian kerja yang jelas dan tertulis, serta kewajiban dan hak masing-masing pihak.
“Pemerintah diharapkan berperan aktif, dalam mengawasi pelaksanaan undang-undang ini dan memastikan bahwa hak-hak PRT terlindungi dengan baik,” harapnya.
Lebih lanjut, Unzilah bersama ke tiga teman lainnya Nursidatun, Aisyah, Anis Rafika berharap, aksi bisu dan protes ini dapat menarik simpati semua pihak PRT termasuk DPRD Kabupaten Sumenep, sehingga ikut serta mendorong percepatan pengesahan RUU PRT.
Namun terpantau di lapangan, tidak ada satupun anggota DPRD Kabupaten Sumenep yang datang menemui aktivis perempuan tersebut untuk berdialog. Hal itu lantas membuat Unzilah kecewa terhadap perilaku wakil rakyat daerah, yang tidak dapat menjadi saluran aspirasi.
Padahal menurutnya, DPRD Sumenep merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat, agar dapat menampung aspirasi pada level angkat rumput.
“Kami kecewa karena kantor DPRD Sumenep tampak sepi, tidak terlihat satupun wakil rakyat,” tandasnya.