analisnews.com – Rembang || Sidang gugatan dari PT. Semen Indonesia terhadap Pemerintah Desa Tegaldowo kembali berlanjut hari ini, Kamis (26/09/2024) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang. Agenda sidang kali ini berfokus pada mendengar dasar dan tujuan dari gugatan yang diajukan oleh PT. Semen Indonesia, inti dari gugatan tersebut adalah permohonan kepada Majlis Hakim untuk membatalkan sembilan bidang Sertifikat Hak Pakai (SHP) atas nama Pemerintah Desa Tegaldowo, yang terkait dengan Jalan Desa atau yang dikenal sebagai Jalan Brumbung.
Gugatan yang dilayangkan oleh PT. Semen Indonesia ini menuai respon serius dari Pemerintah Desa Tegaldowo. Kepala Desa (Kundari, SE) dan perangkat desa bersama masyarakat sepakat untuk mengambil berbagai langkah strategis guna menghadapi gugatan tersebut. Dalam pernyataannya, Pemerintah Desa Tegaldowo menjelaskan bahwa Jalan Brumbung memiliki sejarah panjang dan telah menjadi jalur transportasi vital bagi warga desa selama beberapa generasi. Jalan ini digunakan oleh masyarakat, terutama para petani, untuk mengangkut hasil bumi dan sebagai akses transportasi utama dalam kehidupan sehari-hari mereka.
“Jalan Brumbung ini bukan hanya sekadar jalan, melainkan urat nadi kehidupan warga kami. Dari nenek moyang hingga sekarang, jalan ini berperan penting dalam kelangsungan hidup masyarakat Tegaldowo. Kami tak akan tinggal diam jika aset penting seperti ini digugat,” ujar Kundari
Pemerintah Desa Tegaldowo menekankan tanggung jawab mereka dalam melindungi aset desa dan fasilitas umum yang dimiliki desa. Langkah konkret yang telah diambil adalah melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang bertujuan untuk memastikan bahwa semua aset desa, termasuk Jalan Brumbung yang sedang digugat, memiliki legalitas yang jelas. Program PTSL ini tidak hanya terbatas pada sembilan bidang SHP yang dipermasalahkan dalam gugatan, namun juga mencakup seluruh aset desa dan fasilitas umum yang ada di Tegaldowo.
Kundari juga menambahkan bahwa pengamanan dan sertifikasi aset-aset desa ini dilakukan sebagai bentuk upaya melindungi kepentingan masyarakat dan mencegah terjadinya sengketa tanah di masa depan.
“Kami tidak hanya melindungi Jalan Brumbung, tapi juga seluruh aset desa yang menjadi hak masyarakat. Ini adalah harga mati bagi kami. Apa yang kami lakukan adalah untuk masa depan desa dan generasi penerus,” tegasnya.
Di tengah proses hukum yang sedang berlangsung, dukungan penuh datang dari masyarakat Tegaldowo. Warga desa secara bulat mendukung tindakan yang diambil oleh pemerintah desa dan sepakat untuk bersatu mempertahankan aset yang menjadi hak mereka. Sejumlah tokoh masyarakat, petani, hingga para pemuda desa menyatakan bahwa mereka akan tetap berjuang bersama-sama agar Jalan Brumbung tetap menjadi milik desa.
“Kami sebagai warga sangat mendukung pemerintah desa. Jalan ini adalah jalan kami, dan kami akan melindunginya sampai kapanpun, ini bukan soal tanah saja, tapi soal martabat dan hak kami sebagai warga Tegaldowo,” kata (Hendarsun) salah satu tokoh masyarakat.
Kebulatan tekad warga Tegaldowo semakin menguatkan posisi Pemerintah Desa dalam menghadapi gugatan ini. Warga bahkan siap untuk melakukan aksi solidaritas jika diperlukan, demi memastikan jalan yang mereka gunakan sehari-hari tidak jatuh ke tangan pihak lain.
Dengan dukungan masyarakat yang solid dan upaya hukum yang tengah ditempuh, Pemerintah Desa Tegaldowo optimistis bahwa kebenaran dan keadilan akan berpihak pada mereka. Jalan Brumbung yang telah digunakan sejak zaman nenek moyang dianggap sebagai simbol perjuangan dan kekuatan warga Tegaldowo dalam mempertahankan hak-hak mereka.
Sidang ini menjadi titik penting dalam menentukan nasib Jalan Brumbung, yang merupakan aset penting bagi kehidupan masyarakat Tegaldowo. Gugatan ini juga menjadi momen bagi desa untuk memperkuat kesadaran akan pentingnya sertifikasi aset-aset desa, guna melindungi hak-hak masyarakat di masa depan.
Warga Tegaldowo, bersama Kepala Desa dan perangkat desa, sepakat bahwa mempertahankan Jalan Brumbung adalah “harga mati” yang harus dilakukan demi kelangsungan hidup desa dan generasi yang akan datang. Mereka bersatu dalam satu suara: “Tegaldowo, harga mati!”