Analisnews.co.id |Cilacap – Cinta terlarang kerap melahirkan kisah-kisah epik dan menjadi pijakan banyak tragedi sejarah. Tema sedih semacam ini pula yang kembali menggugah emosi lewat karya film terbaru Ageng Kiwi berjudul “Cinta Penari Sintren”, yang baru saja merampungkan proses pengambilan gambarnya di wilayah Kecamatan Kawunganten, Jeruklegi, Kabupaten Cilacap, dan sekitarnya.
Film pendek berbasis budaya ini dibintangi oleh Ageng Kiwi bersama Valdi Mulya, Yuliana Kristiani, Kolonel Seno Hadi, Mamock Cekakak, Darsono, Alfyan, serta puluhan pemain lokal, termasuk para penari Sintren asli Cilacap di bawah naungan Mbah Limin.
> “Sebagian besar aktor dan aktris film ini adalah pemain Sintren asli. Mereka didukung tokoh masyarakat dan budayawan dari Cilacap dan Purwokerto, seperti Mamock Cekakak dan Pak Darsono,” ujar Ageng Kiwi.
Selain menjadi bintang utama, Ageng Kiwi tampil serba bisa sebagai aktor, sutradara, dan penulis cerita, memperkuat perjalanan kariernya yang panjang di dunia hiburan—mulai dari penyanyi, musisi, presenter, hingga bintang film layar lebar.
Produksi film ini melibatkan AK Pro dan Igma Studio dengan dukungan Ngalembana, Humaniora Rumah Film, Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan, serta PLN (Persero).
Mengapa Sintren? Kedekatan Kultural dan Spiritualitas
Ageng Kiwi memilih Sintren karena kedekatan batinnya dengan tradisi tersebut. Sebagai putra daerah Cilacap, ia tumbuh di lingkungan pesisir tempat kesenian ini hidup dan diwariskan turun-temurun.
“Sintren itu kaya simbol. Gadis yang diikat melambangkan perlunya manusia mengekang hawa nafsu. Penarinya harus perawan sebagai simbol kesucian. Ini sekaligus edukasi tentang pergaulan dan kesehatan perempuan,” jelasnya.
Selain nilai budaya, film ini juga menyisipkan pesan kesehatan mengenai dua jenis kanker paling umum menyerang perempuan di Indonesia: kanker serviks dan payudara.
Drama Romantis Penuh Air Mata
Mengusung alur natural dan emosional, “Cinta Penari Sintren” memadukan romansa, legenda, unsur mistis, nilai religius, hingga dinamika sosial. Ageng menyebut film ini sebagai “drama romantis menyentuh hati” yang membawa penonton larut dalam konflik batin para tokohnya.
Ringkasan Cerita
Cinta tak pernah memilih tempat tumbuh. Begitu pula hubungan Asri (Yuliana Kristiani), seorang penari Sintren, dan Satria (Valdi Mulya), mahasiswa kedokteran yang jatuh hati padanya setelah kegiatan penyuluhan kesehatan di desa mereka.
Namun cinta keduanya terhalang tembok tinggi bernama status sosial.
Pak Nawi (Ageng Kiwi), ayah Asri, meminta anaknya melanjutkan tradisi keluarga sebagai penari Sintren. Meski sangat mencintai Satria, Asri sudah dijodohkan dengan seorang tuan tanah di desa sebelah. Sementara Romo Satro (Kolonel Seno Hadi), ayah Satria, menolak hubungan mereka karena menganggap kesenian Sintren irasional dan sarat unsur mistik.
Romo Satro, keluarga bangsawan sekaligus tokoh terpandang, menginginkan anaknya fokus menyelesaikan pendidikan kedokteran dan menikah dengan perempuan yang “setara.”
Di tengah tekanan keluarga, kewajiban budaya, dan perbedaan kelas sosial, cinta Asri dan Satria diuji.
Akankah cinta mereka bersemi atau justru layu sebelum berkembang?
Mampukah Asri dan Satria melampaui tembok tradisi yang mengurung mereka?
Jawabannya hadir dalam film “Cinta Penari Sintren.”
(Red/timdy)



Komentar