AnalisNews.co.id
Wacana pemerintah pusat yang akan melakukan pemutusan kontrak se-Indonesia sebagai yang tercantum di dalam Peraturan pemerintah nomor 49 tahun 2018 tentang pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja pada Pasal 99 Ayat 1 yang berbunyi: “Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pegawai non-PNS yang bertugas pada instansi pemerintah termasuk pegawai yang bertugas pada lembaga non struktural, instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum/badan layanan umum daerah, lembaga penyiaran publik, dan perguruan tinggi negeri baru berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Dosen dan Tenaga Kependidikan pada Perguruan Tinggi Negeri Baru sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, masih tetap melaksanakan tugas paling lama 5 (lima) tahun”
Peraturan pemerintah nomor 49 Tahun 2018 pasal 99 ini kita gugat ke mahkamah agung untuk diuji kembali karena menurut kita aturan ini jelas-jelas belum memihak kepada rakyat yang berkerja sebagai pegawai kontrak daerah se-Indonesia. Ucap Sandri Amin SH Kuasa hukum Pemohon Yudisial Review Mahkamah Agung.
Sandri Amin SH melanjutkan Peraturan pemerintah nomor 49 tahun 2018 pasal 99 ayat 1 yang inti dari pasal tersebut menegaskan untuk dilakukan pemutusan dan penghapusan pegawai kontrak se-Indonesia pada November 2023 mendatang dan aturan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan sejumlah aturan undang-undang seperti Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 28i Ayat (4) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Asas Lex Superior Derogate Legi Inferiori sehingga oleh karena itu Aturan PP no 49 Tahun 2018 ini kita ajukan ke mahkamah agung RI untuk dibatalkan demi menyelamatkan pegawai kontrak. Ungkap Sandri Amin SH
Sandri Amin melanjutkan Bahwa kita ajukan Yudisial Review terhadap PP no 49 tahun 2018 ini adalah sebuah ikhtiar yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan seluruh pegawai kontrak daerah se-Indonesia terutama pegawai kontrak daerah yang berasal di Aceh. Dalam undang-undang Dasar 1945 negara memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan Hukum dan kepastian hukum kepada setiap warga negara Indonesia serta memiliki kewajiban memberikan pekerjaan dan memberikan upah yang layak selain dari pada itu untuk mendapatkan pekerjaan merupakan hak setiap warga negara Indonesia yang harus di penuhi oleh pemerintah dan ini diatur dalam pasal 27 sampai pasal 28i undang-undang Dasar 1945, bila pemerintah ingin melakukan penyetaraan atau mengangkat pegawai Kontrak Daerah ini menjadi PNS itu silahkan tapi tanpa harus dengan melakukan pemecatan, pemberhentian dan penghapusan tenaga kontrak dan untuk diketahui bahwa pegawai kontrak tidak mendapatkan tunjangan kesehatan, tunjangan kerja, tunjangan pensiun, tunjangan beras, tunjangan anak, tunjangan suami/istri, tujngan THR serta bermacam tunjangan lainnya seperti yang dimiliki oleh PNS/PPP dan mereka juga tidak pernah menutut kesejahteraan kepada Negara tapi mereka tetap mengabdi kepada Negara walaupun dibayar dengan gaji yang tidak seberapa. Jelas sandri Amin SH
Berdasarkan data yang kita miliki Dari BKN tahun 2022 Jumlah Pegawai Kontrak se-Indonesia ini sangat banyak beberapa instansi atau lembaga negara dan daerah yang kita jadikan sampelnya seperti Kementerian Agama (Kemenag): 139.560 non-ASN
Kementerian Sosial (Kemensos): 40.715 non-ASN
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: 21.888 non-ASN
Mahkamah Agung dan Badan Peradilan dibawahnya: 11.145 Non ASN
Pemerintah Provinsi Jawa Timur: 24.875 non-ASN
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah: 21.757 non-ASN
Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta: 9.334 Non ASN
Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat: 12.572 Non ASN
Pemerintah Aceh: 17227 non-ASN (tidak termasuk 23 Kabupaten dan Kota yang berada di Propinsi Aceh )
Pemerintah Kota banda Aceh: 1887 Non ASN
Pemerintah KabSimeulue, 3.262 Non ASN. Semua ini hanya beberapa daerah dan lembaga negara yang kita sebutkan karena berdasarkan data daerah dan lembaga negara tersebut memiliki pegawai kontrak dalam jumlah cukup banyak dan ini belum semuanya bahkan berdasarkan data Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, pada semester ganjil Tahun Ajaran (TA) 2022/2023 terdapat 3,3 juta guru di seluruh Indonesia dan sebesar 48% dari total jumlah guru seindonesia merupakan tenaga honorer daerah atau tenaga kontrak atau guru non PNS/PPPK. Sehingga bila pemerintah tetap memberlakukan penerapan Pasal 99 Peraturan Pemerintah nomor 49 tahun 2018 tentang pegawai pemerintah dengan perjanjian Kerja tersebut maka dapat dipastikan akan lahir Jutaan pengangguran di Indonesia dan inilah yang kita coba untuk selamatkan dengan mengajukan permohonan Yudisial Review ke Mahkamah Agung Jakarta untuk dibatalkan Pasal tersebut. Ucap Sandri Amin SH
Aksi penyelamatan Pegawai Kontrak Daerah ini murni karena Allah bukan karena tunggakan politik atau ditunggangi oleh siapapun saya ajukan yudisial review ke mahkamah agung tidak dibayar oleh siapapun semua ini saya lakukan demi Allah hanya karena Allah. Saya berharap permohonan yudisial review yang saya ajukan ke mahkamah agung diterima dan semoga putusan dari Hakim Mahkamah Agung Jakarta memihak kepada pegawai kontrak daerah se-Indonesia. Dan saya juga meminta kepada seluruh pegawai kontrak se-Indonesia mari kita kawal perkara ini untuk menyelamatkan nasib seluruh pegawai kontrak se-Indonesia. ” tutup Sandi Amin.SH.” (*)