Minim Jalur Evakuasi, Warga Serangan Khawatir Risiko Jika Terminal LNG Dibangun
Analisnews.id-DENPASAR |Kekhawatiran menyelimuti warga Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan, terkait rencana pembangunan Terminal LNG di perairan Serangan. Masyarakat menilai proyek tersebut berpotensi menambah risiko keselamatan di wilayah yang dikenal rawan gempa, tsunami, dan angin puting beliung.
Prajuru Desa Adat Serangan, I Wayan Patut, mengingatkan bahwa Serangan bukan wilayah yang aman dari bencana. Ia menuturkan, kawasan itu pernah diterjang angin puting beliung pada awal 1990-an dan belum lama ini kembali dilanda angin kencang yang merusak sejumlah bangunan pesisir.
“Itu bukan puting beliung, cuma angin kencang saja sudah bisa terbangkan atap rumah,” kata Wayan Patut, Minggu, 9 November 2025.
Wayan menilai, proyek sebesar LNG seharusnya dikaji secara serius dan transparan kepada publik, terutama karena wilayah Bali bagian selatan telah diperingatkan akan potensi gempa megathrust oleh BMKG.
“BMKG sudah memberi peringatan soal potensi gempa megathrust di selatan Bali. Jadi wajar kami khawatir kalau proyek besar seperti ini berdiri di wilayah yang rawan,” paparnya.
Selain ancaman bencana, ia juga menyoroti minimnya jalur evakuasi tsunami di Serangan. Saat ini, dengan penduduk sekitar 4.000 jiwa dan lebih dari 1.000 kepala keluarga, ruang evakuasi yang tersedia dinilai belum memadai.
“Kalau bencana datang, ruang evakuasi kami sempit. Itu fakta lapangan,” tegasnya.
Sebelumnya, UNDP dan Pemerintah Jepang melalui Proyek Tsunami Regional bersama BPBD Provinsi Bali pernah menggelar kegiatan Tsunami Amazing Race di Kelurahan Serangan dalam rangka memperingati Hari Kesadaran Tsunami Sedunia. Kegiatan ini diikuti lebih dari 300 peserta dari kalangan siswa, masyarakat, relawan, dan pemerintah setempat.
Selain faktor kebencanaan, Wayan Patut juga menegaskan pentingnya menjaga kawasan hutan mangrove Tahura Ngurah Rai, yang menjadi benteng alami Denpasar dari abrasi dan gelombang besar.
“Kalau hutan lindung dialihfungsikan jadi kawasan industri, Denpasar bisa kehilangan pelindung alaminya,” kata Wayan Patut.
Ia menyayangkan proses perencanaan proyek LNG yang dinilai tidak melibatkan masyarakat sejak awal, khususnya dalam penyusunan dokumen AMDAL.
“Sampai hari ini, hasil kajian AMDAL belum pernah kami lihat. Kalau benar sudah ada, kenapa tidak dibuka ke publik,” terangnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa perubahan fungsi kawasan lindung harus melalui kajian konservasi yang ketat.
“Jangan sampai aturan dilonggarkan untuk industri, tapi masyarakat adat yang menjaga laut justru dibatasi,” tambahnya.
Dari sisi ekonomi, masyarakat juga menyoroti potensi gangguan terhadap jalur pelayaran nelayan dan wisata bahari di Pelabuhan Serangan.
“Pendapatan terbesar kami datang dari pelabuhan Serangan. Kalau terganggu, masyarakat kehilangan sumber penghidupan,” kata Wayan Patut.
Menurutnya, setiap pembangunan harus disertai rencana mitigasi risiko yang jelas, mencakup potensi kebocoran, kecelakaan laut, maupun bencana alam.
“Program mitigasi itu belum pernah dijelaskan. Padahal ini menyangkut keselamatan ribuan warga,” tegasnya.
Ia menegaskan, masyarakat tidak menolak pengembangan energi bersih, namun menolak proses yang tergesa-gesa tanpa kajian mendalam.
“Kami percaya pembangunan bisa berjalan berdampingan dengan adat dan alam, asal dilakukan dengan hati-hati. Kalau tidak, alam sendiri yang akan menjawab,” pungkasnya. (red).



Komentar