Analisnews.co.id | Podcast “Dear President” telah mencapai episode ke-100 pada 29 Juli 2025, menandai tonggak penting bagi para jurnalis di baliknya. Podcast ini merupakan wadah bagi tiga jurnalis kawakan, Haris Jauhari, Didi Suprianto, dan Nugroho F. Yudo, untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dan kritik membangun langsung kepada Presiden Republik Indonesia, tanpa melalui birokrasi.
Tujuan dan Filosofi
Nugroho F. Yudo mengungkapkan bahwa tujuan utama podcast ini sederhana: “Sebetulnya kami bikin ini karena cuma pengen ngomong sama Presiden.
Kita enggak peduli ditonton atau tidak — asal Presiden dengar, itu sudah cukup.” Ini menunjukkan fokus utama mereka adalah memastikan pesan sampai ke telinga Presiden, terlepas dari popularitas atau jumlah penonton.
Format Unik dan Pendekatan Jurnalistik
Berbeda dari format podcast kebanyakan, “Dear President” tidak menghadirkan narasumber atau pakar eksternal. Ketiga jurnalis ini mengandalkan sudut pandang mereka sebagai jurnalis generalis yang memiliki pemahaman lintas sektor terhadap berbagai isu.
Pendekatan mereka dicirikan oleh gaya yang jujur, ringan, dan berbasis data, menjadikannya referensi alternatif di tengah banjirnya konten digital.
Fokus pada Tanggung Jawab Presiden
Setiap episode “Dear President” selalu mengarahkan diskusi pada ranah tanggung jawab Presiden. Berbagai topik dibahas dari perspektif kebijakan tertinggi negara, mulai dari isu dasar seperti Kemampuan Dasar Militer (KDM) hingga topik strategis seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Mereka menggunakan gaya diskusi yang santai namun tetap tajam.
Episode ke-100: Isu “Beras Oplosan”
Pada episode ke-100, para host mengangkat isu “beras oplosan”. Mereka menyoroti pernyataan sejumlah menteri terkait dugaan manipulasi data stok dan impor beras.
Kritik mereka diarahkan pada tudingan terhadap pedagang dan petani, serta mempertanyakan data surplus dan penumpukan stok Bulog yang disebut-sebut mencapai 4 juta ton.
Nugroho menyatakan, “Kalau beras lama dilepas ke pasar, itu justru sumber utama beras oplosan.” Sementara Haris menambahkan, “Kami pakai data pemerintah. Produksi 30 juta ton, kebutuhan 22 juta ton. Harusnya kita surplus.
Tapi kenapa masih impor?” Ini menunjukkan analisis tajam mereka berdasarkan data resmi yang kontradiktif dengan kebijakan yang ada.
Konsistensi dan Integritas Jurnalistik
Meskipun menyadari bahwa konten berbasis kritik tidak selalu viral, para host tetap konsisten menjaga integritas jurnalistik mereka. Didi Suprianto menegaskan, “Kami bukan tukang gibah. Kami tahu prioritas.”
Proses produksi podcast ini minimalis, dengan tema yang dipilih melalui diskusi internal. Mereka sangat selektif dalam menayangkan episode; jika materi dianggap kurang berdampak, episode bisa dibatalkan.
Namun, semangat utama mereka tetap sama: menyampaikan kritik membangun kepada Presiden sebagai bentuk kepedulian dan cinta terhadap negeri.
Dampak dan Harapan

Haris Jauhari menyimpulkan harapannya, “Efektif atau tidak, kami tidak tahu pasti. Tapi kami peduli. Kalau Presiden mendengar, itu bonus.” Pernyataan ini menegaskan bahwa kepedulian dan upaya penyampaian pesan adalah prioritas utama mereka, dengan harapan bahwa Presiden akan mendengarkan masukan tersebut.
(DD/YD)



Komentar