Oleh: Randhika Wijaya Majid Mahasiswa
Universitas Hamka
Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik
Saat ini kita sudah memasuki era digitalisasi.Yang mana, seluruh kegiatan ataupun aktivitas manusia hampir setengahnya beralih kedalam medium digital. Selain itu, terpaan konsumsi informasi juga semakin meluas, dengan mudah kita dapat mengakses segala informasi dari belahan dunia karena meluasnya ruang yang tersedia. Ini semua terjadi karena efek dari globalisasi. Anthony giddens menekankan makna globalisasi dengan perluasan ruang interaksi dan juga distribusi informasi, ia mengatakan bahwa globalisasi adalah intensifikasi hubungan sosial di seluruh dunia yang menghubungkan tempat-tempat yang jauh sedemikian rupa sehingga peristiwa lokal dipengaruhi oleh kejadian yang terjadi di tempat yang sangat jauh.
Dalam permasalahan ini, globalisasi bukan hanya sekedar membuka sekat yang luas, akan tetapi dapat juga dijadikan sebagai alat hegemoni kekuasaan, doktrinasi ideologi, ataupun komodifikasi dari beberapa pihak kapitalisme untuk memperluas jangkauannya sehingga dapat mencapai provit yang sesuai dan diinginkan.
Tujuan hadirnya globalisasi memudahkan manusia untuk menyebarkan informasi secara luas. Sehingga banyak dari mereka yang menjadikan platform digital sebagai alat propaganda ataupun pendominasian kekuasaan. Hal ini terjadi karena ketika kita sudah masuk era ini, kebabasan hanya bisa ditemukan pada platform-platform digital yang ada. Contoh mudahnya, sosial media memperlua kita untuk bisa memperhatikan aktivitas beberapa orang yang tidak pernah bertemu, atau saat ini kita lebih mengenal dengan julukan artis, influencer, atau orang orang yang memiliki popularity yang besar yang mana mereka memiliki followers sosial media rata-rata diatas seribu pengikut, dan dengan mudah kita bisa melihat postingan yang merepresentasikan kegiatan mereka sehari hari, walaupun mereka tidak tinggal di satu negara yang sama.
Jika kita melihat karakteristik masyrakat saat ini cukup didominasi oleh generasi Z. klasifikasi ini timbul karena masing-masing dari manusia yang lahir pada tahun tertentu memiliki perbedaan secara karakter dan juga pemikiran yang unik. Generasi z adaah salah satu generasi yang semenjak lahir pun, mereka sudah terterpa efek digitalisasi. Teknologi sudah semakin meluas, mulai dari terciptanya virtual chatt, platform enterteinment dll. Sehingga mereka banyak merasakan dampak dari perluasan aspek digital tersebut.
Gen z juga dikenal sebagai generasi yang memiliki rasa ingin tahu yang kuat, sehingga platform digital lah seperti google, sosial media, media informasi, menjadi salah satu ruang yang pertama kali dicari.
Mereka menjadikan platform tersebut sebagai alat yang bisa memvalidasi pengetahuan, sehingga indikitaor dan streotype pun tanpa sengaja sudah terbentuk. Kalau kita tdak tahu, carinya di google bukan dibuku, peristiwa kecil seperti ini saja sudah menjadi satu gambaran bahwa teknologi sangat memberikan dampak positif bagi manusia.
Globalisasi, menurut pandangan Manuel Castells, tidak bisa dilepaskan dari perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi. Ia memandang bahwa dunia saat ini telah memasuki babak baru yang disebutnya sebagai network society (masyarakat jaringan) di mana struktur sosial dibentuk oleh koneksi digital yang melintasi batas-batas geografis. Dalam masyarakat semacam ini, hubungan sosial, ekonomi, dan budaya tidak lagi ditentukan oleh ruang fisik, tetapi oleh seberapa kuat seseorang atau suatu kelompok terhubung dalam jaringan informasi global.
Castells menolak pandangan bahwa globalisasi menyamaratakan pengalaman setiap individu. Sebaliknya, ia menegaskan bahwa proses ini bersifat selektif: hanya mereka yang memiliki akses terhadap jaringan informasi yang dapat merasakan manfaat globalisasi. Akibatnya, muncul ketimpangan baru antara mereka yang “terhubung” dan yang “terpinggirkan.” Selain itu, Castells menawarkan gagasan penting tentang bagaimana ruang dan waktu dikonstruksi ulang di era digital. Melalui konsep space of flows dan timeless time, ia menunjukkan bahwa globalisasi telah membuat manusia mengalami dunia secara simultan dan terlepas dari batas geografis.
Meski globalisasi kerap dianggap sebagai ancaman terhadap budaya lokal, Castells justru melihatnya sebagai ruang negosiasi identitas.Budaya lokal tidak serta-merta hilang, tetapi beradaptasi dan membentuk makna baru dalam pertemuan dengan arus global. Dalam konteks ini, globalisasi menjadi medan tarik-menarik antara proyek identitas dan proyek global, antara upaya mempertahankan jati diri dan dorongan menuju nilai-nilai universal.
Lebih jauh,Castells juga menggarisbawahi pergeseran kekuasaan di era global. Kekuasaan tidak lagi sepenuhnya berada di tangan negara, melainkan bergeser ke entitas yang mampu mengendalikan informasi dan data, seperti perusahaan teknologi besar. Dengan demikian, globalisasi menurut Castells bukan sekadar fenomena ekonomi atau politik, tetapi transformasi mendalam atas cara manusia hidup, berinteraksi, dan membangun makna di dunia yang semakin terhubung secara digital