TERKINI
Beranda / TERKINI / Pengesahan ICAO Dalam Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit (POME) Sebagai Bahan Bakar Pesawat

Pengesahan ICAO Dalam Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit (POME) Sebagai Bahan Bakar Pesawat

 

AnalisNews.id – Jakarta, 11/12/2025.

​Telah diselenggarakan Acara Sosialisasi Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit (POME) sebagai Bahan Bakar Pesawat SAF (Sustainable Aviation Fuel) berbasis Standar ICAO (International Civil Aviation Organization) yang diadakan pada hari Kamis, 11 Desember 2025, di Hotel Sahid Jakarta.

​Acara ini dihadiri oleh para tamu undangan dan pejabat penting, diantaranya:

Pengecekan Intensif Proyek Dapur SPPG, Komitmen Nyata Layanan Prima Polres Seruyan

• ​Bapak Sokhib Al Rokhman, Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara, dari Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara – DKPPU).

• Bapak Sofyan Djalil, Dewan Pengawas IPOSS.

• ​Bapak Ari Aprianto, Direktur Sosial Budaya dan Kemitraan Strategis, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

• Bapak Dimas H.P dari IPOSS

• ​Bapak Wendy Aritenang, Wakil Indonesia untuk Sustainable Certification Scheme Evaluation Group (SSCEG) ICAO.

Polsek Kapuas Hulu Laksanakan Kegiatan Patroli Rutin Perbankan Serta Berikan Imbauan Kamtibmas

• ​Bapak Muhammad Faras Siswono, Head of Business Development Green Energy & Chemical, PT Tripatra.

Tujuan dari diselenggarakan acara ini adalah untuk Mensosialisasikan penggunaan POME (Palm Oil Mill Effluent) atau limbah kelapa sawit sebagai bahan baku untuk SAF (Sustainable Aviation Fuel). POME merupakan limbah dari pengelolaan kelapa sawit atau residu dari hasil produksi CPO.

PT Tripatra telah bekerja sama dan berkolaborasi, dan dengan dukungan berbagai pihak sehingga pada akhirnya POME telah diterima oleh ICAO sebagai salah satu bahan baku untuk SAF.

Dipaparkan oleh Bapak Sofyan Djalil selaku Dewan Pengawas IPOSS dalam kata sambutan nya, “Kelapa sawit sebagai komoditas unggulan Indonesia yang memiliki potensi nilai ekonomi yang sangat tinggi dan juga manfaat kesehatan, namun menghadapi berbagai tantangan.” Beliau juga menyebutkan adanya komoditas unggulan lain seperti rempah-rempah; teh, gula dan karet, tidak kalah dalam hal komoditas perdagangan, namun juga serimgkali masih menghadapi permasalahan.”

​Penanaman Kelapa Sawit selain memiliki potensi juga masih menghadapi berbagai tantangan. Keunggulan dari kelapa sawit diantaranya, hampir semua produk sawit, termasuk by-product (produk sampingan), memiliki manfaat dan nilai ekonomi tinggi. Indonesia sebagai negara dengan produktivitas sawit tertinggi di dunia.

Polsek Kapuas Hulu Pastikan Keamanan Pada Kawasan Bank Kalteng Dengan Laksanakan Giat Patroli Siang

Tantangan Terbesar dalam Penanaman Kelapa Sawit yaitu isu deforestasi dan lingkungan (disebut juga deforestation and co-workers), adanya kekhawatiran bahwa sawit bisa “dijajah” oleh isu-isu global terkait dengan lingkungan, selain juga kebijakan pemerintah yang dianggap belum cukup pro-sawit.

Bapak Sokhib Al Rokhman dari Kementerian Perhubungan turut memberikan kata sambutan. Beliau mengatakan, “Pentingnya kemajuan di dalam pengembangan serta implementasi Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia, khususnya yang berbahan baku POME (Limbah Cair Minyak Sawit/Palm Oil Mill Effluent).”

Poin penting disini adalah Kewajiban SAF Internasional, dimana ICAO (Organisasi Penerbangan Sipil Internasional) mewajibkan penggunaan SAF (bukan berdasarkan kadar, tetapi adanya campuran). Dalam hal ini, Penggunaan SAF tidak hanya mempertimbangkan kadar, tetapi harus ada campurannya, artinya tidak bisa 100% bahan bakar fosil.

Sebagai contoh, Belanda akan menerapkan aturan ini pada tahun 2024 dengan campuran minimum 1%. Pesawat yang terbang ke Belanda tanpa menggunakan SAF akan dikenakan penalti per penumpang di luar harga tiket.

Fokus ICAO saat ini bukan hanya Safety & Security, tetapi juga Sustainability & Emission Reduction. Bagian dari upaya ICAO untuk mencapai Sustainability and Emission Efficiency, di mana salah satu pilarnya adalah penggunaan SAF.

Selain mengurangi emisi, pemanfaatan POME sebagai bahan baku SAF memberikan beberapa keuntungan, seperti:

• Peningkatan nilai tambah industri sawit.

• Penyelesaian masalah limbah cair sawit. Karena POME sebenarnya adalah limbah cair dari industri sawit yang kini dimanfaatkan.

• ​Peluang investasi baru dan pengembangan teknologi energi bersih dalam negeri.

• ​Pengakuan Internasional dan Peluang Baru.

Komitmen global di sektor penerbangan (melalui ICAO) untuk membatasi tantangan perubahan iklim dan mencapai Net Zero Carbon Emission pada tahun 2050, adalah dengan Sustainable Aviation Fuel (SAF) sebagai solusi utama.

Tujuan Global dari ICAO, secara aktif mempromosikan produksi dan pemanfaatan SAF sebagai komponen kunci dalam strategi mitigasi perubahan iklim, khususnya untuk menekan emisi global sektor penerbangan. ICAO telah membangun kerangka global yang mendorong negara anggota dan industri penerbangan untuk berinvestasi dalam produksi SAF guna memenuhi target pengurangan emisi jangka panjang.

Sektor penerbangan menghadapi tantangan berat dalam dekarbonisasi karena sulitnya mengadopsi teknologi energi alternatif. Dalam hal ini, SAF didorong oleh ICAO sebagai komponen kunci untuk memenuhi target mitigasi perubahan iklim jangka panjang., dimana SAF mampu mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 80% atau lebih dibandingkan bahan bakar jet konvensional, terutama jika berasal dari limbah.

Dimas H P dari Peneliti IPOSS mengatakan, Pengusulan POME yang dapat digunakan sebagai Bahan Baku Bahan Bakar Pesawat (SAF) yang pada akhirnya telah disetujui oleh ICAO karena telah sesuai dengan standard International. Usulan POME sebagai Feedstock SAF dimulai dari November 2024 dan disetujui pada November 2025.

Pencapaian Indonesia dalam hal SAF yang Berbasis POME yaitu Sertifikasi ICAO. Setelah melalui proses evaluasi yang panjang, ICAO secara resmi mengakui dan memberikan sertifikasi bahwa SAF yang berasal dari limbah cair kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME) Indonesia memenuhi standar keberlanjutan global.

Dampak Positif dari Serifikasi ini memastikan SAF berbasis POME memenuhi kriteria pengurangan emisi yang substansial tanpa mengorbankan keamanan maupun mutu,. Pencapaian ini menunjukkan kemampuan Indonesia dalam mengadopsi dan mengembangkan teknologi maju yang sejalan dengan standar global.

Transformasi POME, yang semula dipandang sebagai limbah, menjadi bahan bakar penerbangan berkelanjutan adalah bukti nyata komitmen Indonesia terhadap keberlanjutan lingkungan, inovasi, teknologi, dan ketahanan energi nasional.

Selain POME, SAF juga dapat berasal dari sumber bahan baku lain seperti minyak jelantah (used cooking oil), residu pertanian, atau limbah perkotaan.

Dalam Riset IPOSS, diinformasikan mengenai Demand SAF Global diproyeksikan Melonjak Hingga 515 Juta Ton pada 2050 dalam Upaya Dekarbonisasi Sistem Penerbangan.

Penggunaan biofuel yang berkelanjutan seperti SAF, dapat berkontribusi besar (65%) dalam upaya dekarbonisasi, dibandingkan upaya lain pada aspek teknologi, operational dan mekanisme pasar penerbangan (IATA, 2023).

Kebijakan implementasi SAF di berbagai negara direncanakan juga akan terus meningkat.

Demand SAF global diprediksi meningkat pesat menggantikan peran avtur secara bertahap setiap tahun, dan diprediksi menuju 515 juta ton pada tahun 2050 (WEF, 2023). Sebagai Implikasi, demand feedstock SAF juga meningkat, khususnya yang memenuhi standar CORSIA-ICAO.

Untuk Langkah Selanjutnya yang dapat dilakukan yaitu dengan:

1 Perbaikan Tata Kelola POME, melalui:

• Membangun System traceability POME yang handal dengan meregulasikan skema yang diakui ICAO dalam Sustainability Certification Schemes sejalan dengan ISCC, RSB dan ClassNK

• Membangun Fuel Accounting Systems sesuai standard yang nanti diatur ICAO.

• Pengaturan alokasi Domestik dan Ekspor. Untuk itu perlu meninjau kembali HS Code POME dalam Permenperin 32 Tahun 2024, agar klasifikasi POME lebih unik, berbeda dengan EFB Oil dan PAO/HAPOR, Ini akan mencegah tudingan fraud.

2. Implementasi SAF: Mendorong implementasi SAF menuju mandatori sebesar 5% pada tahun 2030 atau lebih cepat lagi untuk penerbangan nasional dan internasional.

3. Mengkaji dan Mengusulkan Feedstock Lain, seperti: EFB, Cangkang, Fiber, Pelepah Sawit, dan bahkan Batang Kelapa Sawit, dil

M.Farras Wibisono dari Tripatra Engineering menginformasikan mengenai Perusahaan Tripatra yang merupakan Anak Perusahaan dari Indika Energy dan bergerak di Bidang Project EPC Oil & Gas, saat ini merambah ke Sustainable Efficient Fuel. Dan SAF sebagai salah satu kunci untuk mencapai Aviation Net Zero Target di 2050.

Untuk menentukan harga waste CPO perlu dilakukan pengumpulan bahan baku dari beberapa perusahaan supplier limbah kelapa sawit/ POME. Dengan melakukan negosiasi, penawaran langsung kepada masing masing Supplier tersebut yang disesuaikan dengan harga pasar.

Tantangan, Solusi serta Kemintraan atau Kolaborasi:

• Tantangan Utama: Produksi SAF secara global masih terbatas dan harganya relatif lebih tinggi daripada bahan bakar konvensional.

• ​Solusi: Kemitraan strategis antara pemerintah, industri, akademisi, dan lembaga internasional sangat penting untuk memastikan keberlanjutan produksi SAF dan meningkatkan daya saingnya.

• ​Kolaborasi: Kolaborasi lintas sektor dan lintas negara adalah kunci untuk meningkatkan produksi SAF, menurunkan biaya, dan menjadikannya standar global.

Sebagai harapan dan komitmen dari Pemerintah, Pemerintah (melalui Kementerian Perhubungan) akan terus memperkuat Roadmap Sustainable Aviation Fuel, koordinasi lintas sektor, penyusunan regulasi, dan dukungan teknis.

Keberhasilan implementasi membutuhkan kepemimpinan bersama dan kerja sama antara pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan dukungan masyarakat (termasuk peran media dalam sosialisasi).

Indonesia berkomitmen memperkuat riset, meningkatkan kapasitas produksi, dan memperluas kerja sama internasional. Dengan potensi sumber daya yang melimpah, diharapkan Indonesia dapat menjadi negara terdepan dalam pengembangan bahan bakar hijau untuk penerbangan, bahkan mampu untuk melakukan ekspor.

Pengesahan resmi ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor SAF dari luar negeri, bahkan memungkinkan ekspor di masa depan.

#Nurmaladewi

 

 

 

 

 

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *